Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kiras Bangun: Masa Muda, Perjuangan, dan Kematian

Kompas.com - 01/07/2021, 17:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kiras Bangun merupakan pemimpin asal Batak yang melakukan perlawanan terhadap Belanda. 

Atas perjuangannya, Bangun pun dijuluki Garamata atau mata merah. 

Dalam melancarkan perjuangannya, Bangun melakukan kerja sama melalui lintas etnis dan agama yang menghasilkan kurang lebih 3000 pasukan. 

Baca juga: Geger Cilegon 1888: Latar Belakang dan Jalannya Perang

Masa Muda

Kiras Bangun lahir di Tanah Karo, Sumatera Utara, pada 1852. Sewaktu muda, Kiras Bangun memang tidak pernah bersekolah di institusi pendidikan formal.

Kendati demikian, Kiras Bangun merupakan seorang yang cerdas. Ia berhasil menguasai bahasa Melayu dan aksara Karo setelah berkunjung ke Binjai.

Kiras Bangun juga mampu menulis dan membaca huruf latin. Keahliannya tersebut ia dapat karena sering melakukan perjalanan dari banyak kampung.

Keuntungan lain yang didapat adalah Kiras Bangun dapat membangun ikatan kekerabatan dengan masyarakat di sekitar Tanah Karo. 

Kiras Bangun dikenal sebagai orang yang bijak. Ia telah menduduki beberapa jabatan, sebagai berikut:

  1. Sesepuh Adat Karo
  2. Ketua Urung (desa) Lima Senina
  3. Penghulu Lima Senina Batu Karang
  4. Juru Damai Perang Antar Desa 
  5. Pemimpin Urung Tanah Karo

Baca juga: Raden Pandji Soeroso: Masa Muda, Peran, dan Kiprah

Perjuangan

Pada 1870, Belanda tengah membuka perkebunan tembakau dan karet di daerah Langkat dan Binjai.

Kemudian, Belanda berniat memperluas lahannya hingga ke Tanah Karo.

Hal ini lantas mendorong Belanda untuk menjalin hubungan baik dengan Kiras Bangun.

Belanda memberikan janji kepada Kiras Bangun berupa uang, pangkat, dan senjata, tetapi Bangun tetp menolak untuk bekerja sama.

Pada 1902, Belanda mengirim Guillaume bersama sejumlah pengawal ke Tanah Karo untuk menyebarkan agama Kristen.

Mengetahui kejadian ini, Kiras Bangun segera memberi peringatan kepada mereka untuk bergegas meninggalkan Tanah Karo. 

Guillaume akhirnya pergi setelah tiga bulan menetap.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com