KOMPAS.com - Tari Topeng Cirebon merupakan salah satu kesenian yang asli dari daerah Cirebon, Jawa Barat.
Disebut dengan tari Topeng, karena penari yang menarikan tari Topeng menggunakan topeng atau kedok sebagai asesorisnya.
Kesenian Topeng di wilayah Cirebon tersebar luas di desa-desa, bukan berpusat di Keraton saja. Sehingga Kesenian Topeng Cirebon tidak hanya hidup di tengah masyarakat saja.
Seni budaya tersebut berkembang tidak hanya di Cirebon, melainkan juga di Subang, Indramayu, Jatibarang, Majalengka, Losari, hingga Brebes di Jawa Tengah.
Dikutip dari buku The History of Java (1817) karya Thomas Stamford Raffles, bahwa kesenian topeng Cirebon merupakan penjabaran dari cerita Panji.
Baca juga: Tari Muang Sangkal, Tari Tradisional Madura
Di mana dalam satu kelompok kesenian topeng terdiri dari dalang (yang menarasikan kisahnya) dan enam orang pemuda yang mementaskan diiringi oleh empat orang musisi gamelan.
Dilansir dari situs Pemerintah Kota Cirebon, tari Topeng digambarkan lewat tari Panji, yakni tarian yang pertama.
Tarian Panji merupakan masterpiece rangkaian lima tarian Topeng Cirebon. Tarian Panji justru klimaks pertunjukkan.
Itulah kenapa peristiwa transformasi Sang Hyang Tunggal menjadi semesta. Dari yang tunggal belah menjadi yang aneka dalam pasangan-pasangan.
Dilansir dari buku Ensiklopedia Tari Indonesia Seri P-T (1986), tari Topeng yang tumbu dan berkembang di daerah Cirebon, Jawa Barat sebelum pengaruh Islam masuk sekarang.
Konon, menurut tradisi setempat dalam usaha penyebaran agama Islam. Tari Topeng dimanfaatkan oleh Sunan Kalijaga untuk keperluan dakwah, yang digarap dengan memasukkan unsur-unsur agama Islam.
Baca juga: Daftar Rumah Adat di Indonesia
Eksistensi tari topeng Cirebon tidak lepas dari periode awal penyebaran agama Islam di Cirebon.
Dilansir situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), pada abad ke-16, Cirebon menjadi pusat penyebaran agama Islam di Jawa bagian barat.
Sultan Cirebon Syarif Hidayatullah, yang juga seorang wali dengan gelar Sunan Gunung Jati bersama Sunan Kalijaga menggunakan tari Topeng dan enam jenis kesenian lain, seperti wayang kulit, gamelan, renteng, brai, angklung, reog, dan berokan sebagai sarana dakwah Islam.
Pada masa Kolonial Hindia Belanda abad ke-17 sempat terjadi pembatasan pergelaran kesenian di Keraton Cirebon.