Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyimpangan Konstitusi pada Era Orde Lama

Kompas.com - 18/09/2020, 12:00 WIB
Serafica Gischa

Penulis

KOMPAS.com - Dalam perjalanan negara Indonesia setelah kembali menggunakan UUD 1945, ternyata masih cukup banyak penyimpangan atau penyelewengan yang terjadi.

Dalam buku Hari-Hari yang Panjang Transisi Orde Lama ke Orde Baru (2008) karya Sulastomo, pemerintahan era Orde Lama dinilai tidak kondusif sebagai pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945.

Banyak ketentuan-ketentuan yang tidak terkendali selama pemerintahan Presiden Sukarno. Setelah kembali ke UUD 1945, Presiden Sukarno menerapkan demokrasi terpimpin.

Menurut buku Islam dan Politik: Teori Belah Bambu, Masa Demokrasi Rerpimpin, 1959-1965 (1996) karangan Ahmad Syafii Maarif, Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam permusyawaratan/perwakilan sesuai dengan UUD 1945.

Namun dalam pelaksanaan demokrasi terpimpin banyak kepntingan dan ambisi politik yang membuat konstitusi menjadi melenceng.

Baca juga: Konstitusi yang Pernah Ada di Indonesia

Penyimpangan

Sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Presiden Sukarno kemudian membuat beberapa gebrakan. Salah satunya produk hukum yang diberi nama penetapan presiden (penpres).

Penpres ini merupakan keputusan presiden yang oleh presiden sendiri secara sepihak memiliki kedudukan yang sama dengan Undang-Undang. Penpres tersebut dibuat presiden tanpa persetujuan DPR.

Berikut contoh penpres yang dikeluarkan Presiden Sukarno, yaitu:

  • Penpres No 2 tahun 1959 untuk membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS).
  • Penpres No 7 tahun 1959 untuk membubarkan beberapa partai politik.
  • Penpres No 1 tahun 1960 untuk menetapkan Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
  • Penpres No 3 tahun 1960 untuk membubarkan DPR hasil pemilu 1955.
  • Penpres No 4 tahun 1960 untuk membentuk DPR-GR (Gotong Royong) sebagai pengganti DPR yang dibubarkan.

Dengan kondisi itu presiden sudah melakukan penyimpangan terlalu jauh terhadap UUD 1945 dan dianggap sudah bertentangan dengan semangat proklamasi kemerdekaan.

Baca juga: Hubungan Dasar Negara dan Konstitusi

Sidang MPRS tahun 1966kemdikbud.go.id Sidang MPRS tahun 1966
Kinerja MPRS dan DPR-GR

Lembaga tertinggi saat itu adalah MPRS dan DPR-GR, yang ternyata juga melakukan beberapa penyimpangan. Hal ini terlihat dari beberapa keputusan yang diambil hanya untuk memperkuat kedudukan presiden.

Berikut contoh keputusan tersebut, sebagai berikut:

  • Tap. I/MPRS/1060, menetapkan Manipol sebagai GBHN
  • Tap. III/MPRS/1963, mengangkat Sukarno menjadi Presiden Sumur Hidup
  • MPRS melakukan dua kali sidang umum di luar Ibu Kota Jakarta, yaitu di Bandung

Selain itu, pembentukan MPRS, DPR-GR, dan DPAS dilakukan melalui penpres, di mana anggotanya ditunjuk langsung presiden. Hal ini menunjukkan kekuasaan satu tangan, yaitu presiden.

Keadaan semakin tumpang tindih, seharusnya presiden berada di bawah MPR, ini justru menundukkan MPR.

DPR yang seharusnya sejajar dengan presiden sebagai mitra, jutsru berada di bawah presiden dan sama dengan MPR.

Baca juga: UUD 1945, Konstitusi Pertama Indonesia

Jatuhnya Orde Lama

Orde Lama kemudian jatuh karena tuntutan rakyat. Penyimpangan yang terjadi di pemerintahan mengakibatkan ketidakstabilan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, dan sosial.

Hal tersebuit memancing emosi banyak kalangan dan menuntut Presiden Sukarno mundur dari kekuasaannya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com