KOMPAS.com - Pelaksanaan demokrasi di era reformasi (1998-sekarang) ditandai dengan lengsernya Soeharto setelah menjadi presiden selama 32 tahun.
Dikutip dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, kepemimpinan nasional segera beralih dari Soeharto ke BJ Habibie yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Presiden.
Beralihnya pemerintahan ke BJ Habibie sebagai Presiden ke-3 Republik Indonesia dinilai sebagai jalan baru demi terbukanya proses demokrasi di Indonesia.
Presiden BJ Habibie meletakkan fondasi yang kuat bagi pelaksanaan demokrasi Indonesia pada masa selanjutnya.
Habibie menghapus berbagai kekangan demokrasi yang berlaku di era Soeharto.
Dalam masa pemerintahan Presiden BJ Habibie muncul beberapa indikator pelaksanaan demokrasi di Indonesia.
Salah satunya, pada era reformasi diberikan ruang kebebasan pers sebagai ruang publik untuk berpartisipasi dalam kebangsaan dan kenegaraan.
Di era Orde Baru, pembredelan atau pencabutan surat izin usaha pers kerap dilakukan apabila tidak sejalan dengan pemerintah.
Kemudian di era reformasi, sistem multipartai diberlakukan. Ini terlihat pada Pemilihan Umum 1999.
Habibie sebagai Presiden RI membuka kesempatan pada rakyat untuk berserikat dan berkumpul sesuai ideologi dan aspirasi politiknya.
Baca juga: Bukti Normatif dan Empirik Indonesia Negara Demokrasi
Demokrasi yang diterapkan di Indonesia pada era reformasi ini adalah Demokrasi Pancasila.
Dengan karakteristik berbeda dari Orde Baru dan sedikit mirip dengan Demokrasi Parlementer 1950-1959.
Kondisi demokrasi Indonesia periode reformasi dinilai sedang menuju sebuah kesempurnaan.
Warga negara bertugas mengawal demokrasi agar dapat teraplikasikan dalam aspek kehidupan.
Berikut ini karakteristik demokrasi pada periode reformasi: