Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apakah Ada Efek Menyedot Air Tanah terhadap Bumi?

Kompas.com - 21/06/2023, 17:04 WIB
Monika Novena,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Manusia telah menyedot dan memompa begitu banyak air tanah hanya dalam dua dekade ini.

Berdasarkan penelitian baru, setidaknya sebanyak 2.150 gigaton air tanah diambil untuk irigasi dan aktivitas manusia lainnya antara 1993 hingga 2010.

Baca juga: Ahli Temukan Air Tanah Berusia 1,2 Miliar Tahun, Salah Satu Tertua di Dunia

Hal tersebut ternyata menurut peneliti berdampak terhadap kemiringan poros Bumi.

Dalam studi baru tersebut, kutub rotasi Bumi--titik di mana planet berputar--bergeser seiring dengan perubahan distribusi massa di seluruh dunia dalam proses yang disebut gerakan kutub.

Mengutip IFL Science, rotasi Bumi bergantung pada distribusi massanya.

Gerakan massa ke pusat atau ke pinggiran akan mempertahankan momentum sudut. Demikian pula, jika massa dipindahkan ke satu sisi saja, kemiringan akan berubah untuk mengkompensasinya.

Baca juga: 5 Alasan Air Kelapa Sangat Menyehatkan untuk Tubuh

Sebelumnya, ilmuwan telah mengetahui bahwa perubahan distribusi air akibat perubahan iklim dapat berkontribusi pada gerakan kutub.

Tetapi dampak dari berkurangnya volume air tanah terhadap kemiringan poros Bumi tidak diketahui.

Dampak terhadap kemiringan poros Bumi

Mengutip Live Science, Rabu (21/6/2023) sekarang peneliti memperkirakan bahwa dengan menyedot 2.150 gigaton air dari lapisan bawah tanah batuan jenuh air yang dikenal sebagai akuifer dapat menyebabkan pergeseran ke arah Timur yang cukup signifikan sebesar 80 sentimeter dikutub rotasi Bumi antara 1993 hingga 2010.

Itu karena air tanah yang digunakan untuk irigasi dan aktivitas manusia lainnya akhirnya berakhir di lautan,yang mendistribusikan kembali massa dari tempat air itu ke bagian lain dunia.

"Studi kami menunjukkan bahwa di antara penyebab iklim, redistribusi air tanah sebenarnya memiliki penyebab terbesar pada penyimpangan kutub rotasi," kata Ki-Weon Seo, pemimpin penelitian dan ahli geofisika Universitas Nasional Seol, Korea Selatan.

Terlebih lagi, ekstraksi air tanah yang berakhir di lautan mungkin telah mendorong kenaikan permukaan laut global sekitar 6,24 milimeter.

"Penipisan air tanah merupakan kontributor signifikan terhadap kenaikan permukaan air laut," tulis para peneliti dalam studi yang dipublikasikan di jurnal Geophysical Research Letters.

Baca juga: Hari Air Sedunia 2022: Bagaimana Kondisi Air Tanah di Indonesia?

Menentukan berkurangnya air tanah

Secara global, sekitar 70 persen air yang dipompa dari tanah digunakan untuk irigasi, tetapi hanya setengahnya yang mengalir kembali untuk mengisi akuifer dan sumber air tawar lainnya.

Separuh lainnya menguap dan berakhir di lautan melalui curah hujan.

Baca juga: Apakah Air Kemasan Bisa Kedaluwarsa?

Untuk menentukan berapa banyak penipisan air tanah dan kenaikan permukaan laut yang dihasilkan berkontribusi pada penyimpangan kutub, ahli geofisika membangun model gerakan kutub yang memperhitungkan pergeseran massa air yang terkait dengan lapisan es yang menipis, pencairan gletser, dan penyimpanan air di reservoir.

Ketika menambahkan 2.150 gigaton air dari akuifer ke dalam model, hasilnya sesuai dengan catatan pengamatan pergerakan Bumi ke arah Timur.

Pergeseran kutub yang tercatat dalam beberapa dekade terakhir tidak mungkin mempengaruhi lamanya hari atau musim.

Namun temuan ini menggambarkan seberapa banyak air yang telah dipompa manusia dari tanah, dan hal itu membuat peneliti terkejut sekaligus khawatir.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com