Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indonesian Insight Kompas
Kelindan arsip, data, analisis, dan peristiwa

Arsip Kompas berkelindan dengan olah data, analisis, dan atau peristiwa kenyataan hari ini membangun sebuah cerita. Masa lalu dan masa kini tak pernah benar-benar terputus. Ikhtiar Kompas.com menyongsong masa depan berbekal catatan hingga hari ini, termasuk dari kekayaan Arsip Kompas.

Gagal Ginjal Akut pada Anak: Perulangan Bencana Obat Sirup sejak 1937?

Kompas.com - 21/10/2022, 16:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

HAMPIR seratus anak di Indonesia meninggal dengan temuan gagal ginjal akut, sejak awal 2022. Beririsan waktu, masing-masih puluhan anak juga meninggal di India, Bangladesh, dan Gambia. 

Nyaris seluruh kejadian mengindikasikan kronologi yang sama, melibatkan konsumsi obat sirup untuk anak-anak. Dugaan pun terarah ke kasus keracunan ethylene glycol (EG) dan diethylene glycol (DEG) yang menjadi zat murah pengencer untuk obat sirup.

Namun, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sempat menyebut penyebab kejadian di Indonesia sebagai misterius.

Baca juga: BPOM Pastikan Sirup Obat Batuk Penyebab Gagal Ginjal di Gambia Tak Terdaftar di Indonesia

Kehati-hatian BPOM menyebutkan penyebab kasus gagal ginjal akut di Indonesia terkait dengan penggunaan EG dan DEG dalam obat sirup untuk anak-anak berdasarkan klaim pengawasan yang telah melarang beredar segala obat sirup yang punya kandungan EG dan DEG. 

Meskipun, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin telah pula menyatakan bahwa dalam jasad 99 anak yang meninggal karena gagal ginjal akut hingga Rabu (19/10/2022) didapati kandungan EG dan DEG. Satu zat berbahaya lagi juga ditemukan, yaitu ethylene glycol butyl ether (EGBE).

Baca juga: Kemenkes Temukan 3 Zat Kimia Berbahaya pada Pasien Balita Pengidap Ginjal Akut

Belakangan, BPOM juga yang menemukan setidaknya ada lima obat sirup yang mengandung EG dan DEG melebihi ambang batas. Dalam standar ini, EG dan DEG disebutkan dibolehkan dipakai dalam kadar maksimal 0,5 miligram per kilogram berat badan per hari. 

Terpisah, Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) menyatakan bahwa senyawa EG dan DEG tidak digunakan dalam formulasi obat tetapi dimungkinkan keberadaannya dalam bentuk kontaminan pada bahan tambahan sediaan sirup.

Lewat surat Pengurus Pusat IAI bernomor B2-382/PP.IAI/2226/X/2022, organisasi ini mencantumkan toleransi keberadaan kontaminan ini 0,1 persen pada gliserin dan propilen glikol, serta 0,25 persen pada polietilen glikol. 

"Batas nilai toleransi tersebut tidak menimbulkan efek yang merugikan," tulis surat yang ditandatangani Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal IAI tertanggal 19 Oktober 2022 tersebut, dengan merujuk kepada Farmakope Indonesia dan US Pharmacopeia

Baca juga: BPOM Temukan 5 Obat Sirup dengan Etilen Glikol Melebihi Ambang Batas, Ini Daftarnya

Kasus di India dan Bangladesh menjurus ke konsumsi obat batuk buatan pabrikan farmasi India. Demikian pula kejadian di Gambia

Rasa frambos yang mematikan

Kasus keracunan EG dan DEG mencuat pertama kali pada 1937. Ini menjadi tragedi di Amerika Serikat dengan kematian lebih dari seratus orang, dikenal sebagai peristiwa sulfanilamide disaster, bencana sulfanilamide.

Sulfanilamide adalah obat yang jamak dipakai untuk mengobati infeksi streptokokus (strep), yang terbukti memberikan efek dramatis kuratif ketika dikonsumsi dalam bentuk tablet dan bubuk.

Baca juga: BPOM Perintahkan Tarik 5 Obat Sirup dengan Etilen Glikol Lebihi Ambang Batas

Hingga, pada suatu ketika di medio Juni 1937, sales obat melaporkan ada permintaan sulfanilamide dalam bentuk cair. Atas permintaan inilah dibuat sulfanilamide dalam rupa sirup. Untuk pengencernya dipakai diethylene glycol (DEG).

Eksperimen lanjutan perusahaan farmasi menguji campuran untuk rasa, penampilan, dan aroma. Hasilnya, memuaskan, sirup sulfanilamide dengan rasa frambos yang manis. Beredarlah sulfnilamide cair ini ke 15 negara bagian Amerika Serikat. 

Baca juga: BPOM Temukan 5 Obat Sirup dengan Etilen Glikol Melebihi Ambang Batas, Ini Daftarnya

Pada saat itu tidak ada syarat uji racun untuk obat. Fakta perusahaan menjual obat beracun akan berdampak pada reputasi tetapi tidak dapat dinyatakan sebagai tindakan ilegal. Ini menjadi salah satu faktor perusahaan farmasi itu gagal mengenali karakter mematikan dari larutan yang dibuat menggunakan DEG sebagai pelarut itu. 

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com