Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polusi Udara di Jakarta Tak Pernah Beres, Pengamat Nilai Kurang Koordinasi Antar-Kementerian

Kompas.com - 15/08/2023, 17:30 WIB
Suhaiela Bahfein,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam beberapa waktu belakangan, kualitas udara di Provinsi DKI Jakarta tengah menjadi sorotan karena terpantau buruk.

Hal ini terlihat dari indeks kualitas udara kota Jakarta yang menembus angka 172, dengan polutan utama PM 2,5 serta nilai konsentrasi 96,8 mikrogram per meter kubik.

Kondisi inilah yang kemudian membuat Jakarta tercatat sebagai kota paling berpolusi di dunia pada Minggu (13/8/2023).

Baca juga: Cara Tekan Polusi Udara di Jabodetabek, Pengamat Sarankan Tiga Hal Ini

Data yang dihimpun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2022 menyebutkan, sekitar 25,5 juta kendaraan bermotor yang terdaftar, beroperasi di Jakarta. Setidaknya, 78 persen di antaranya merupakan sepeda motor.

Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menilai, kurangnya koordinasi antar-kementerian membuat kebijakan untuk menuntaskan persoalan polusi udara di perkotaan tidak pernah beres.

Kementerian yang dimaksud oleh Djoko yakni Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Perhubungan (Kemenhub), KLHK, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

"Masing-masing kementerian bergerak dengan caranya sendiri tanpa memerhatikan data dan fakta yang sebenanya terjadi. Akhinrya, anggaran negara menjadi tidak tepat sasaran," terang Djoko dalam siaran persnya, Selasa (15/8/2023).

Sementara kota-kota penyangga seperti Bogor, Tangerang, Bekasi, Depok tidak banyak melakukan upaya pembenahan transportasi umumnya.

Bus Trans Pakuan baru beroperasi di Kota Bogor. Ribuan kawasan perumahan yang tersebar di Bodetabek masih minim sentuhan layanan transportasi umum.

Kebijakan satu paket membangun kawasan perumahan dan layanan fasilitas angkutan umum sudah tidak dilakukan lagi.

Akhirnya, membeli rumah juga harus memikirkan membeli kendaraan pribadi agara mobilitas warga menjadi lancar.

Beban hidup makin bertambah, lantaran penghasilan setiap bulan yang didapat tidak hanya untuk mengangsur cicilan rumah. Namun, juga untuk kendaraan pribadi.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com