Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

IAI Beberkan Manfaat STRA bagi Arsitek, Salah Satunya Diakui Negara

Kompas.com - 28/01/2023, 07:00 WIB
Ramdhan Triyadi Bempah,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Georgius Budi Yulianto menyatakan, bukti kepemilikan Surat Tanda Registrasi Arsitek (STRA) menjadi syarat mutlak bagi seorang arsitek.

Praktik profesi arsitek di Indonesia telah diatur berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2017 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2021.

Georgius menegaskan, dengan adanya landasan hukum itu maka karya seorang arsitek dapat dipertanggungjawabkan.

Selain itu, STRA merupakan bukti tertulis bahwa arsitek tersebut tercatat negara. STRA diterbitkan oleh Dewan Arsitek Indonesia (DAI).

"Jadi fungsi dan manfaat STRA itu seorang arsitek diakui oleh negara bukan abal-abal," kata Georgius, saat dikonfirmasi, Jumat (27/1/2023).

Baca juga: IAI Minta Masyarakat Waspada, Jangan Mudah Percaya Arsitek

Georgius juga menepis tudingan bahwa penerbitan STRA menjadi celah praktik pungutan liar (pungli). Ia beranggapan, justru dengan adanya STRA maka dipastikan arsitek tersebut memiliki tanggung jawab terhadap profesi dan karyanya.

"Saya nggak paham juga darimana STRA itu jadi alat pungli. Kalau seseorang ber-STRA justru tidak perlu takut dipungli, karena ia legal dan diakui negara," sebutnya.

Ia menambahkan, dalam pelaksanaannya, seorang arsitek yang telah memiliki STRA juga mendapat pengawasan agar tidak menyimpang dari aturan seperti etika profesi dan ukuran standar kinerja.

Pengawasan praktik profesi arsitek yang menyimpang dan berpotensi melanggar kode etik akan diawasi oleh Majelis Kehormatan.

Sanksinya berjenjang, yaitu mulai dari penangguhan hingga pencabutan STRA.

Sementara, jika seorang arsitek tidak memenuhi standar kinerja maka yang dilanggar adalah aturan pemerintah, sanksinya bisa pidana.

"Yang jelas yang tidak ber-STRA bukan arsitek. Itu berdasarkan Undang-undang. Ya, kita kembalikan kepada hukum apakah masuk ranah pidana atau perdata," imbuhnya.

Intinya, imbuh dia, praktik arsitek memerlukan peningkatan penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dan semua karya arsitek itu memiliki aspek pertanggungjawaban publik.

"Sama seperti seorang pembalap F1, sehebat apapun dia di sirkuit, di jalan raya dia harus tetap punya SIM dan ikuti rambu-rambu," cetusnya.

Sebelumnya, Georgius mengimbau masyarakat agar tidak mudah percaya terhadap orang-orang yang mengaku sebagai arsitek.

Imbauan ini menyusul para oknum yang menyebut atau mengaku dirinya arsitek dan berkeliaran di industri konstruksi selama puluhan tahun.

Padahal, sambungnya, mereka tidak memiliki kompetensi yang memadai apalagi beretika profesi.

Namun, setelah melalui perjalanan panjang dan berliku, ketidakpastian itu akhirnya mendapatkan jalan keluarnya. Pada tanggal 8 Agustus 2017, UUU Nomor 6 tahun 2017 tentang arsitek sah berlaku.

"Peristiwa itu menandai kebangkitan profesi arsitek. Kepastian hukum atas profesi arsitek sesungguhnya merupakan jaminan bahwa layanan arsitek dapat dipertanggungjawabkan dan karya arsitekturnya sesuai keandalan bangunan yaitu keselamatan, kenyamanan, kemudahan dan kesehatan," ucap Georgius, dalam keterangannya, Kamis (26/1/2023).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com