Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Dr. Ahmad M Ramli
Guru Besar Cyber Law & Regulasi Digital UNPAD

Guru Besar Cyber Law, Digital Policy-Regulation & Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Perlukah Lembaga Peradilan Menggunakan Artificial Intelligence? (Bagian II-Habis)

Kompas.com - 31/03/2024, 14:19 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

UNTUK memahami sampai sejauh mana AI diperlukan oleh pengadilan, maka kita bisa melihat fakta dan data secara komparatif.

Praktik terkait peran AI di Lembaga Peradilan dapat kita lihat antara lain di Inggris, seperti dilansir Associated Press dengan tajuk “UK judges given cautious approval to use AI in writing legal opinions” (8/1/2024).

Baca juga: Perlukah Lembaga Peradilan Menggunakan Artificial Intelligence? (Bagian I)

Laporan itu menjelaskan, bahwa sistem hukum Inggris yang berusia 1.000 tahun, saat ini masih menganut tradisi seperti penggunaan wig dan jubah oleh para hakim. Hal ini menunjukan bahwa Inggris masih memegang teguh tradisi yudisial secara ketat.

Namun demikian, Pengadilan negara asal muasal sistem Common Law itu, telah mengambil langkah futuristik dengan hati-hati. Seiring perkembangan teknologi digital yang begitu cepat, para hakim diizinkan untuk menggunakan AI dalam membuat putusan.

Pengadilan Inggris memberikan persetujuan untuk penggunaan AI secara selektif dalam menulis pertimbangan hukum.

Di Pengadilan Inggris, AI dapat digunakan untuk membantu menulis opini. Dengan syarat AI tidak boleh digunakan untuk penelitian atau analisis hukum.

Hal itu disebabkan karena teknologi tersebut dapat memalsukan informasi dan memberikan informasi yang menyesatkan, tidak akurat, dan bias.

Hal terakhir ini seringkali menjadi fenomena AI Generatif, yang disebut sebagai halusinasi AI. Tampaknya pengadilan Inggris sangat berhati-hati dalam hal ini.

Baca juga: Halusinasi AI dan Pentingnya Regulasi

Chatbot publik

Persoalan kemungkinan halusinasi AI dapat diminimalisasi, atau bahkan dihindari jika profesi hukum tidak menggunakan chatbot AI publik. Pengadilan sebaiknya membangun chatbot GenAI sendiri, yang dapat digunakan oleh para hakim.

Chatbot AI itu juga harus disuplai oleh data pelatihan akurat dari hierarki tertinggi sampai terendah secara lengkap dengan segala update perubahannya, konvensi dan perjanjian internasional yang telah diratifikasi, yusrisprusdensi, data penelitian hukum, serta doktrin berupa teori hukum dan pendapat pakar.

Teori hukum dan pendapat pakar ini, penting untuk dimasukan sebagai bahan pelatihan. Karena dalam sistem hukum, “doktrin” dikualifikasikan juga sebagai sumber hukum, dengan syarat memiliki kualitas akademis yang dapat dipertanggungjawabkan.

Penggunaan AI juga harus secara konsisten diawasi dan berada di bawah kendali dan tanggungjawab manusia. Menelaah luaran AI, dan melakukan cek ricek akurasinya oleh manusia sebagai penanggungjawabnya, menjadi hal yang wajib dilakukan.

Seperti telah diutarakan, Associated Press mengutip Master of the Rolls Geoffrey Vos, seorang juri dengan peringkat tertinggi kedua di Inggris dan Wales, yang menyatakan bahwa para juri tidak perlu menghindari penggunaan AI.

Master Geofrrey menekankan, hal terpenting adalah menggunakannya secara hati-hati. Dan memastikan, bahwa mereka melindungi kepercayaan dan mengambil tanggung jawab penuh atas semua yang mereka hasilkan.

Bagaimanapun teknologi pasti memiliki kelemahan. Oleh karena itu, pengguna harus memahami benar bahwa produk luaran AI perlu ditelaah secara detail dan dilakukan cek ricek.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com