JAKARTA, KOMPAS.com - Di tengah pandemi Covid-19 yang masih berlangsung, PT Mowilex Indonesia secara konsisten terus berinisiatif memberikan solusi yang paling berkelanjutan bagi Indonesia dan konsumen setianya.
Mowilex telah melakukan inisiatif untuk menghentikan produksi cat yang mengandung timbal di atas 90 ppm (parts per milion atau bagian dari sejuta) pada produk cat kayu dan besi pada tahun 2019, dan menggantinya dengan bahan pewarna organik.
Inisiatif ini menempatkan Mowilex berada di garis terdepan pada manufaktur cat dalam upaya menghapuskan formula timbal pada cat kayu dan besi secara bertahap.
Baca juga: Mowilex Indonesia Kampanyekan Penggunaan Cat Kayu dan Besi yang Aman
“Paparan timbal merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama, dan Mowilex telah menginvestasikan waktu dan sumber daya yang signifikan untuk mengatasi bahaya tersebut,” kata Presiden Direktur Mowilex Niko Safavi dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Selasa (31/8/2021).
Timbal adalah logam beracun yang berbahaya bagi manusia, apabila terpapar dalam jumlah yang melebihi batas toleransi.
Paparan timbal dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada tubuh hingga saraf.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa paparan timbal telah menelan biaya mencapai 977 miliar dollar AS atau setara dengan Rp14.090 triliun setiap tahunnya.
Baca juga: Bahaya Penggunaan Cat Timbal yang Harus Ditinggalkan
Biaya tersebut sebagian besar jatuh pada keluarga di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Setelah berhenti memproduksi cat kayu dan besi yang mengandung timbal pada tahun 2019, hal ini membuat Mowilex berada satu tahun lebih awal dari target penghentian timbal yang ditetapkan
oleh Aliansi Global untuk Menghilangkan Cat Bertimbal.
Aliansi yang diorganisir oleh WHO dan Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan bahwa 79 negara telah menetapkan batasan yang mengikat secara hukum untuk produksi, impor, dan penjualan cat bertimbal per Desember 2020.
Batasan tersebut bervariasi di setiap negara, 90 ppm di Amerika Serikat, 100 ppm di Swiss, 1.000 ppm di Australia dan Selandia Baru. Saat ini Indonesia masih memiliki batas fakultatif 600 ppm.