SEOUL, KOMPAS.com - Seorang pejabat tinggi AS menyebut Korea Utara kemungkinan memiliki "lebih banyak simpanan" senjata setelah berhasil melakukan uji coba rudal balistik antarbenua terbesar yang pernah ada.
Tuduhan itu disampaikan ketika Washington menyerukan sanksi internasional yang lebih keras di Dewan Keamanan PBB pada Jumat (26/3/2022).
Baca juga: Korea Utara Akui Tembakkan Rudal Monster Hwasong-17, Kim Jong Un Bersorak
Peluncuran Kamis (25/3/2022) adalah pertama kalinya Pyongyang menembakkan rudal paling kuat Kim Jong Un dari jarak penuh sejak 2017.
Uji coba itu dilakukan di bawah "bimbingan langsung" Kim, untuk memastikan negaranya siap untuk "konfrontasi lama" dengan Amerika Serikat, menurut outlet media pemerintah KCNA pada Jumat (26/3/2022).
"Kami melihat ini sebagai bagian dari pola pengujian dan provokasi dari Korea Utara... kami pikir kemungkinan masih ada lagi (senjata)," kata Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Jake Sullivan kepada wartawan yang bepergian dengan Air Force One bersama Presiden Joe Biden dilansir dari AFP.
Rudal itu tampaknya telah melakukan perjalanan lebih tinggi dan lebih jauh daripada ICBM sebelumnya yang diuji oleh negara bersenjata nuklir itu, termasuk yang dirancang untuk menyerang di mana saja di daratan AS.
Baca juga: AS Beri Sanksi Baru pada Korea Utara Terkait Uji Coba Rudal ICBM
Di Dewan Keamanan PBB pada Jumat (26/3/2022), AS mengatakan peluncuran baru-baru ini adalah "provokasi yang semakin berbahaya", dan menyerukan "resolusi untuk memperbarui dan memperkuat rezim sanksi" terhadap Pyongyang.
Langkah itu akan menindaklanjuti sanksi yang diterapkan setelah uji coba terakhir Korea Utara pada 2017. Saat itu DK PBB menjanjikan tindakan lebih lanjut jika peluncuran di masa depan, kata Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield.
“Inilah yang terjadi. Jadi sekarang saatnya untuk mengambil tindakan itu,” tambahnya.
Namun, China mendesak "kehati-hatian dan akal sehat".
"Tidak ada pihak yang harus mengambil tindakan apa pun yang akan mengarah pada ketegangan yang lebih besar," kata duta besar China untuk PBB Zhang Jun.
Rusia memperingatkan agar tidak mengikuti jejak Washington dalam memperketat sanksi.
Moskwa yakin hal itu akan "melampaui kerangka pemotongan pembiayaan" untuk program rudal dan nuklir DPRK, dan justru akan "mengancam warga Korea Utara dengan masalah sosial-ekonomi dan kemanusiaan yang tidak dapat diterima".
Baca juga: Korea Utara Tembakkan Rudal Balistik Antarbenua, Jatuh di Jepang
Setelah pertemuan itu, 15 negara termasuk anggota tetap Dewan Keamanan Inggris, Perancis dan AS - tetapi tanpa China dan Rusia - merilis pernyataan bersama yang mendesak negara-negara anggota PBB, khususnya anggota DK PBB, untuk berbuat lebih banyak.
“DPRK menunjukkan tekadnya untuk terus memajukan program senjatanya karena meningkatkan perilaku provokatifnya – namun Dewan tetap diam,” kata pernyataan itu, yang mengikutsertakan anggota tidak tetap Dewan Keamanan Brasil, Irlandia dan Norwegia, juga Jerman, Jepang dan Korea Selatan.