"SI vis pacem, para bellum!" Jika ingin damai, siap-siagakan perang. Ungkapan ini lahir dari karya tulis Publius Vegetius Renatus, De Re Militari, kira-kira abad 4-5 Masehi asal Kekaiseran Romawi. Bunyi lengkapnya adalah: Igitur qui desiderat pacem, præparet bellum atau karena itu, biarkan dia yang ingin damai, siap-siaga berperang. Ungkapan ini ibarat vocabolary-hidup di zona Eropa, hingga invasi Rusia ke Ukraina terjadi sejak 24 Februari 2022. Kalimat itu ditafsir, “If want peace, make war!”
Perang Rusia versus Ukraina menyeret puluhan negara ke dalam episentrum konflik, integrasi, sanksi ekonomi, perang informasi, diplomasi, dan bencana-tragedi kemanusiaan.
“This is how World War III begins!” tulis Bret Stephens dalam The New York Times edisi 15 Maret 2022. Amerika Serikat (AS) menempatkan 90.000 personel militer di Eropa, misalnya, merespons konflik Rusia dengan Ukraina itu.
Baca juga: Rusia Terkini: Ukraina Tolak Ultimatum Serahkan Mariupol meski Terkepung
Perang Dunia II bermula dari serangan pasukan Adolf Hitler (Jerman) ke Polandia 1 September 1939. Pemicu perang (casus belli) ialah pasukan khusus Jerman, berseragam Polandia, dipimpin Naujocks (Ailsbiy, 2001:112), merebut stasiun radio Gleiwitz milik Polandia, dan menyiarkan siaran singkat anti-Jerman di Polandia (Wirtz et al., 2002:100). Aksi sabotase ini –disebut false flag - menyeret negara-negara di Eropa dan dunia ke dalam perang selama enam tahun, sebuah bencana perang sangat mengerikan dalam sejarah umat manusia.
Hari-hari ini, eskalasi perang dan konflik Rusia vs Ukraina berimbas ke level sosial ekonomi dunia. Hingga 14 Maret 2022, sekitar 330 perusahan multinasional keluar atau tutup di Rusia. Menurut data migrasi dan pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa, sejak 24 Februari 2022 sekitar 2,8 juta warga Ukraina mengungsi dari negara itu.
Drone Orlan 10 (reconnaissance) nyasar ke Romania dan drone Tu-141 jatuh di Zagreb, Kroasia. Slovakia mengusir diplomat Rusia dari Bratislava karena dugaan spionase dan suap. Pada 2 Maret 2022, Majelis Umum PBB merilis resolusi yang mendesak Rusia mengakhiri operasi militer di Ukraina. Tiongkok dan sejumlah negara abstein terhadap resolusi ini.
Apakah diplomasi gagal? Pada 5 November 2021, Presiden AS, Joe Biden, mengirim Direktur Badan Intelijen AS (CIA), William J Burns, ke Kremlin (Moskwa). Burns ungkap kekhawatiran AS ke pejabat Rusia yang terlibat operasi sekitar 100 ribu personel militer Rusia di perbatasan Rusia-Ukraina sejak Oktober 2021.
Pada 24 Februari 2022 di Moskwa, Presiden Putin menyebut pasukan Rusia masuk ke Ukraina adalah ‘special military operation’.
Perang Rusia vs Ukraina ibarat awal ancaman Perang Dunia III. Namun, eskalasi konflik belum meluas di Eropa. Selain itu, Senin 14 Maret 2022, Rusia dan Tiongkok bantah dugaan bahwa Rusia minta bantuan senjata ke Tiongkok.
Soros baca tanda awal risiko Perang Dunia III dari pertemuan Presiden Vladimir Putin dan Presiden Tiongkok Xi Jinping pada 4 Februari 2022 saat selebrasi Chinese Lunar New Year dan Pembukaan Beijing Winter Olympic Games di Beijing, Tiongkok.
Baca juga: Warga Mariupol Ukraina Kubur Jenazah di Pinggir Jalan Usai Dibombardir Rusia
Pertemuan itu menghasilkan dokumen 5.000 kata kemitraan ‘no limits’ kedua negara. Namun, hingga 15 Maret 2022, AS menolak usul Ukraina menerapkan ‘no fly zone’ di Ukraina. Tujuannya, mencegah ruang Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), khususnya AS, terlibat konflik terbuka dengan Rusia (Singman, 2022).
Pentagon (Departemen Pertahanan AS) juga menolak proposal Polandia agar NATO memasok pesawat tempur MiG-29 ke Ukraina agar ekskalasi perang terkendali. Namun, Presiden Jo Biden menyetujui bantuan militer sebesar 1,2 miliar dollar AS tahun ini ke Ukraina (The White House, 2022; Singman, 2022).
Di Moskwa pada 3 Maret 2022, pada pertemuan virtual dengan Dewan Keamanan Nasional, Presiden Putin menyatakan: “The special military operation in Ukraine is going according to plan, in strict accordance with the schedule” (Hodge et al, 3/3/2022; Gorshkov, 2022).
Operasi militer khusus Rusia di Ukraina, sesuai skedul dan rencana. Pada 4 Maret 2022, Pentagon membuka komunikasi level-dekonflik-bilateral dengan Rusia. AS kelola komunikasi bilateral ini melalui pusat komando AS di Eropa guna mencegah ekskalasi perang, ‘military accident’, dan miskalkulasi tempur-perang di Ukraina.