WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Survei nasional terbaru yang dilakukan oleh Eurasia Group Foundation mendapati bahwa warga Amerika umumnya mengatakan lebih menginginkan diplomasi dan bukan penempatan militer AS di seluruh dunia.
Temuan ini didapatkan dalam jajak pendapat berskala besar pertama yang dilakukan sejak berakhirnya keterlibatan Amerika selama 20 tahun di Afghanistan.
Pada Agustus 2021 adalah momen penarikan pasukan AS terakhir dari Afghanistan, setelah 20 tahun perang di sana, tetapi diiringi oleh kudeta oleh Taliban.
Baca juga: Salim Abu-Ahmad, Pejabat Al-Qaeda Disebut telah Dibunuh Militer AS di Idlib Suriah
Presiden Joe Biden dalam sidang Majelis Umum PBB pada pekan lalu mengatakan bahwa AS kini beralih dari era “perang tanpa henti” menjadi era “diplomasi tanpa henti.”
Survei nasional terbaru atas 2.000 warga Amerika, diperoleh bahwa sebagian besar mereka setuju dengan pandangan diakhirinya penempatan militer di seluruh dunia dan mengedepankan diplomasi, seperti yang dilansir dari VOA Indonesia pada Jumat (1/10/2021).
Mayoritas warga Amerika yang disurvei oleh Eurasia Group Foundation menginginkan pengurangan penempatan militer AS yang ditempatkan di luar negeri dan pengurangan komitmen di luar negeri. Sementara 58 persen lebih mengatkaan ingin meningkatkan keterlibatan diplomatik AS.
“Kami mendapati bahwa 62 persen atau sebagian besar, menilai bahwa pelajaran terbesar dari perang adalah Amerika tidak boleh lagi terlibat dalam urusan pembangunan bangsa, atau bahwa Amerika hanya boleh mengirim pasukan jika ada kepentingan vital nasional yang terancam,” ujar pemimpin survei Caroline Gray.
Baca juga: Tidak Cukup Minta Maaf, Keluarga Korban Serangan Drone Militer AS yang Salah Sasaran Tuntut Keadilan
Laporan itu mendapati bahwa 80 persen warga Amerika yang berusia lebih muda, yaitu antara 18-29 tahun, percaya bahwa presiden Joe Biden harus meminta persetujuan Kongres sebelum memerintahkan tindakan militer AS di luar negeri, kecuali jika Amerika diserang.
“Sebanyak 65 persen warga yang lebih muda ingin menghidupkan kembali perundingan nuklir dengan Iran," lanjut Gray.
Ia menerangkan, "Mereka (yang lebih muda) lebih skeptis terhadap Amerika yang meningkatkan kehadirannya di Asia Timur untuk melawan kebangkitan China, dan mayoritas mereka juga ingin mengurangi pengeluaran pertahanan Amerika."
"Jadi, dibanding warga yang berusia lebih tua, mereka (warga yang lebih muda) jauh lebih ingin mengurangi postur militer AS dan ketergantungan pada militer AS dalam menyelesaikan tantangan global,” imbuh Gray.
Namun, warga Amerika tampak terpecah dalam pendekatan terbaik terhadap China dan Rusia, di mana 40 persen mengatakan mereka tidak yakin apa yang harus dilakukan Amerika, jika China menginvasi Taiwan.
Baca juga: CIA Ternyata Sempat Peringatkan Militer AS Ada Anak Kecil dalam Serangan Drone di Kabul
Sementara Christopher Skaluba, pakar politik di Atlantic Council, yang mengatakan hal itu merupakan konsensus bipartisan diantara para pemimpin kebijakan luar negeri Amerika.
“Saya pikir di bidang keamanan, Washington DC, seperti yang Anda ketahui, terobsesi dengan China sebagai pesaing yang sedang naik daun," ucapnya.
"Presiden sendiri sudah sangat sering bicara tentang masa di mana kita sedang bergerak ke era persaingan kekuatan besar, era demokrasi versus otokrasi, dan keprihatinan nyata bahwa China sebagai otokrasi memiliki banyak sumber daya dan rencana yang jelas, yang bertujuan mendominasi isu di dunia,” terangnya.
Survei terhadap warga Amerika ini juga mendapati bahwa bantuan kemanusiaan, bantuan bencana, dan bantuan Covid-19 adalah jenis bantuan yang paling populer. Sementara, bantuan militer dan penjualan senjata dinilai yang paling tidak populer.
Baca juga: 87 Pensiunan Militer AS Desak Dua Orang Ini Mengundurkan Diri karena Bencana di Afghanistan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.