Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biden Bekukan Miliaran Dollar Cadangan Mata Uang dan Aset Afghanistan Setelah Taliban Berkuasa

Kompas.com - 19/08/2021, 06:09 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden telah membekukan miliaran dollar dalam cadangan mata uang Afghanistan dan aset lainnya yang disimpan di rekening bank AS, menyusul penaklukan kembali pemerintah negara itu oleh Taliban.

Pembekuan itu sudah dilakukan sejak Minggu (15/8/2021) setelah diskusi antara Menteri Keuangan Janet Yellen dan pejabat lain di Departemen Keuangan dan Luar Negeri AS, menurut The Washington Post pada Rabu (18/8/2021).

Baca juga: UEA Konfirmasi Presiden Afghanistan Ada di Negaranya

Saat diskusi itu berlangsung, Taliban menyerbu ke Kabul dan menyelesaikan 96 jam operasi di seluruh Afghanistan, yang memberikan pukulan mematikan bagi pemerintah Presiden Ashraf Ghani yang didukung Barat.

Bank sentral Afghanistan memiliki aset cadangan senilai 9,4 miliar dollar AS (Rp 135 triliun), kurang sedikit dari setengah produk domestik bruto negara itu pada 2019.

Sebagian besar uang itu disimpan di luar perbatasan Afghanistan, meskipun tidak jelas berapa banyak di Amerika Serikat AS, kata surat kabar itu, mengutip Dana Moneter Internasional.

Keputusan untuk membekukan aset kemungkinan akan menekan ekonomi Afghanistan yang sudah rapuh.

Sementara bagi AS, kondisi itu dapat meningkatkan kebutuhan bantuan kemanusiaan kepada populasi yang sekali lagi berada di bawah kuk Taliban.

Pada Juni, Departemen Luar Negeri AS mengumumkan lebih dari 266 juta dollar AS (Rp 3,8 triliun) bantuan kemanusiaan ke Afghanistan, sehingga total sejak 2002 menjadi 3,9 miliar (Rp 56,1 triliun).

Baca juga: Jenderal Top AS Kaget Afghanistan Runtuh dalam 11 Hari

Presiden Biden berjanji pada Senin (16/8/2021) bahwa AS “akan terus mendukung rakyat Afghanistan” dan “memimpin dengan diplomasi kami, pengaruh internasional kami, dan bantuan kemanusiaan kami.”

Pada Selasa (17/8/2021), Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan mengisyaratkan kepada wartawan bahwa AS dapat menggunakan sanksi ke Taliban, untuk memaksa mereka menjauh dari beberapa kebijakan yang lebih menindas ketika pertama kali memerintah Afghanistan.

Sanksi ekonomi AS saat ini melarang warga AS terlibat dalam “transaksi atau kesepakatan apa pun” dengan Taliban.

“Alasan saya tidak ingin membahasnya secara mendetail (sanksi) adalah, saya ingin tim kami dapat berkomunikasi langsung dengan Taliban tentang biaya dan disinsentif untuk jenis tindakan tertentu dan apa harapan kami,” kata Sullivan melansir New York Post.

“Itu adalah percakapan yang akan kami lakukan, dan saya pikir banyak negara lain, termasuk sekutu dan mitra yang berpikiran sama, akan melakukan itu juga.”

Dengan cadangan mata uang di luar jangkauan mereka, Taliban kemungkinan akan menggunakan metode penggalangan uang yang mereka gunakan ketika berkuasa dari 1996 hingga 2001. Itu diantaranya melalui perpajakan atas perdagangan opium dan heroin, serta penambangan ilegal.

Ada juga kemungkinan bahwa perusahaan China atau Rusia dapat menjangkau untuk mengukur minat rezim dalam konsesi pengembangan mineral atau bahan bakar.

Baca juga: Jangan Tinggalkan Masyarakat Afghanistan Sendirian, Permohonan Warga dari Kamp Migran

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Warga Thailand Pakai Boneka Doraemon dalam Ritual Panggil Hujan, Kok Bisa?

Warga Thailand Pakai Boneka Doraemon dalam Ritual Panggil Hujan, Kok Bisa?

Global
Dokter Palestina Meninggal Usai Ditahan 4 Bulan di Penjara Israel

Dokter Palestina Meninggal Usai Ditahan 4 Bulan di Penjara Israel

Global
88 Anggota Kongres AS dari Partai Demokrat Desak Biden Pertimbangkan Setop Jual Senjata ke Israel

88 Anggota Kongres AS dari Partai Demokrat Desak Biden Pertimbangkan Setop Jual Senjata ke Israel

Global
Banjir Brasil, 39 Tewas dan 74 Orang Hilang

Banjir Brasil, 39 Tewas dan 74 Orang Hilang

Global
Turkiye Setop Perdagangan dengan Israel sampai Gencatan Senjata Permanen di Gaza

Turkiye Setop Perdagangan dengan Israel sampai Gencatan Senjata Permanen di Gaza

Global
Dirjen WHO: Rafah Diserang, Pertumpahan Darah Terjadi Lagi

Dirjen WHO: Rafah Diserang, Pertumpahan Darah Terjadi Lagi

Global
Cerita Dokter AS yang Tak Bisa Lupakan Kengerian di Gaza

Cerita Dokter AS yang Tak Bisa Lupakan Kengerian di Gaza

Global
Asal-usul Yakuza dan Bagaimana Nasibnya Kini?

Asal-usul Yakuza dan Bagaimana Nasibnya Kini?

Global
Hujan Lebat di Brasil Selatan Berakibat 39 Orang Tewas dan 68 Orang Masih Hilang

Hujan Lebat di Brasil Selatan Berakibat 39 Orang Tewas dan 68 Orang Masih Hilang

Global
Rangkuman Hari Ke-800 Serangan Rusia ke Ukraina: '150.000 Tentara Rusia Tewas' | Kremlin Kecam Komentar Macron

Rangkuman Hari Ke-800 Serangan Rusia ke Ukraina: "150.000 Tentara Rusia Tewas" | Kremlin Kecam Komentar Macron

Global
Hamas Sebut Delegasinya Akan ke Kairo Sabtu Ini untuk Bahas Gencatan Senjata di Gaza

Hamas Sebut Delegasinya Akan ke Kairo Sabtu Ini untuk Bahas Gencatan Senjata di Gaza

Global
[POPULER GLOBAL] Pelapor Kasus Boeing Tewas | Pria India Nikahi Ibu Mertua 

[POPULER GLOBAL] Pelapor Kasus Boeing Tewas | Pria India Nikahi Ibu Mertua 

Global
Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Global
Lulus Sarjana Keuangan dan Dapat Penghargaan, Zuraini Tak Malu Jadi Pencuci Piring di Tempat Makan

Lulus Sarjana Keuangan dan Dapat Penghargaan, Zuraini Tak Malu Jadi Pencuci Piring di Tempat Makan

Global
Bendungan di Filipina Mengering, Reruntuhan Kota Berusia 300 Tahun 'Menampakkan Diri'

Bendungan di Filipina Mengering, Reruntuhan Kota Berusia 300 Tahun "Menampakkan Diri"

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com