KOMPAS.com - Plt Kepala Republik Indonesia (Perpusnas RI) Prof E. Aminudin Aziz berpendapat bahwa rencana strategis Perpusnas untuk meningkatkan literasi dan meningkatkan kegemaran membaca merupakan sebuah kesalahan.
Ia beralasan dua visi itu terbalik. Seharusnya yang dibangun pertama kali adalah kegemaran membaca yang akan menuju kepada literasi tinggi.
“Faktanya menunjukkan masih rendahnya minat membaca,” ucapnya dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Bidang Perpustakaan, yang berlangsung di Hotel Grand Mercure Jakarta pada Selasa dan Rabu (14-15/5/2024).
Baca juga: Kepala Perpusnas Ingatkan Literasi Bukan Sekadar Bisa Baca Tulis
Aminudin membeberkan, pada 2020 pihaknya melakukan survei kecil-kecilan untuk mengetahui seberapa besar tingkat kegemaran membaca masyarakat.
Ia memaparkan fakta bahwa sesungguhnya masyarakat ingin sekali membaca, namun tidak terpenuhi oleh ketersediaan buku sesuai minat dan keinginan masyarakat.
“Ini kesalahan beberapa pihak, yakni dosa dari penulis buku yang tidak melakukan survei apa yang harus dibaca masyarakat,” ujarnya.
“Kedua, dosa dari penerbit karena menerbitkan buku yang tidak disukai. Ketiga, dosa dari perpustakaan karena mengambil buku yang tak disukai,” imbuh dia.
Untuk mengubah hal itu, menurut Aminudin, dibutuhkan kebijakan yang akan memberikan fasilitas, peluang yang sangat besar kepada calon pembaca menyediakan buku yang dimintai sesuai pangsa pasar.
Baca juga: Gramedia Cetak 2 Juta Buku untuk Tingkatkan Literasi di Daerah 3T
“Minat membaca buku berbeda. Tidak bisa dipaksakan untuk hanya satu buku,” ucap Aminudin.
Kemudian, sambungnya, buku tidak menarik karena berawal dari cara buku disajikan. seperti tata letak, ilustrasi maupun bahasa. Maka ini adalah sebuah pekerjaan besar.
“Ketika saya menjadi kepala badan bahasa menulis suatu artikel dan menjadi artikel yang mengguncang jagat literasi Indonesia karena seorang birokrat menulis hal yang dinilai menjelekkan pemerintah. Saya akademisi yang harus berkata apa adanya. Kemudian melakukan rapat-rapat untuk mengkaji tulisan saya yang berjudul Peta Jalan LIterasi Baru,” ungkapnya.
Ini menjadi awal pembahasan peta jalan pembudayaan literasi yang dikoordinasikan Kemenko PMK. Kemudian di Kemendikbud Ristek dibentuk tim literasi untuk menciptakan buku baru yang disenangi anak-anak.
“Buku harus menjadi hal utama yang menjadi prioritas. Ketika merancang buku, harus melakukan survei kepada 400 anak. Lalu para orang tua diajak diskusi, para pegiat literasi diundang untuk berdialog sehingga muncul buku tersebut,” serunya.
Perpustakaan, lanjut Aminudin, adalah tempat di mana akan bisa mengembangkan kreativitas baru sehingga tercipta ilmu baru. Sebab, di perpustakaan bisa mengkonfirmasi kegalauan berpikir, karena disana tersedia data dan rujukan yang paling otoritatif untuk mengkonfirmasi kegalauan.
Baca juga: Bangun Budaya Baca, Perpusnas Akan Ciptakan 10.000 Perpustakaan Desa
Sebagai informasi, perlindungan dan pelestarian warisan budaya dan pengembangan budaya literasi untuk mendukung kreativitas dan inovasi bangsa menjadi salah satu agenda Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional atau RPJMN 2025-2029 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI).