Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bahasa Daerah Makin Punah Juga karena Orangtua, Mengapa?

Kompas.com - 18/11/2023, 09:32 WIB
Erwin Hutapea

Penulis

 

JAKARTA, KOMPAS.com – Beberapa bahasa daerah di Indonesia dinyatakan hampir punah, bahkan ada yang sudah benar-benar punah.

Kemusnahan bahasa daerah itu disebabkan antara lain karena orangtua enggan mengajarkan dan mewariskan bahasa daerah kepada anak-anaknya.

Hal itu dinyatakan oleh Sekretaris Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) Hafidz Muksin dalam pembukaan Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) Provinsi Maluku Utara 2023 pada Jumat (17/11/2023) di Ternate, Maluku Utara.

“Ternyata kita semua orangtua para penutur jati bahasa daerah sudah mulai enggan menggunakan bahasa daerahnya dan tidak lagi mewariskan bahasa daerah kepada generasi muda. Itu adalah akar penyebabnya,” ujar Hafidz Muksin dalam keterangannya.

Dia mengatakan, menurut data UNESCO, dalam 30 tahun terakhir setidaknya ada 200 bahasa daerah di dunia yang punah karena tidak ada penuturnya.

Untuk di Indonesia, bahasa daerah dikategorikan menjadi enam status, yaitu aman, stabil tetapi terancam punah, mengalami kemunduran, terancam punah, kritis, dan punah.

Dari 718 bahasa daerah di Tanah Air, belasan di antaranya juga sudah punah, yaitu bahasa Hukumina, Kayeli, Liliali, Moksela, Naka’ela, Nila, Palumata, Piru, dan Te’un di Maluku; Mapia dan Tandia di Papua; serta Tobada’ di Sulawesi.

Maka dari itu, imbuh Hafidz, pelestarian bahasa daerah menjadi tanggung jawab bersama, antara lain pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, orangtua, guru, dan komunitas.

Dalam platform Merdeka Belajar Episode Ke-17: Revitalisasi Bahasa Daerah yang disosialisasikan ke seluruh Nusantara, Kemendikbud Ristek melalui Badan Bahasa secara bertahap melakukan revitalisasi bahasa daerah.

Program ini diterapkan terhadap 39 bahasa daerah di 13 provinsi pada 2022, kemudian dilanjutkan tahun 2023 dengan melibatkan 59 bahasa daerah di 22 provinsi.

Salah satu upayanya adalah melalui Festival Tunas Bahasa Ibu yang merupakan puncak dari rangkaian kegiatan pelestarian bahasa daerah di berbagai wilayah, khususnya untuk generasi muda.

Ada tujuh jenis materi lomba dalam festival ini, yaitu mendongeng, pidato, menulis cerita pendek, komedi tunggal, membaca dan menulis aksara daerah, membaca dan menulis puisi, serta tembang tradisi.

“Prinsipnya agar revitalisasi bahasa daerah bisa dicintai oleh anak-anak sehingga kita lakukan dengan lomba. Saya percaya, kalau kita sudah cinta maka pasti akan memiliki rasa bangga dan kita berikan kemerdekaan seluas-luasnya untuk bisa berkarya melalui bahasa daerahnya,” ucap Hafidz.

Sementara itu, Kepala Kantor Bahasa Provinsi Maluku Utara Arie Andrasyah Isa menuturkan, maksud dari FTBI ini untuk memberikan ruang dan penghargaan kepada para siswa sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) untuk berkreasi melalui bahasa daerah.

Sebab, mereka adalah generasi muda yang akan mewariskan dan meneruskan penggunaan bahasa daerah dalam kehidupan masyarakat penuturnya masing-masing.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com