EMPAT hari (25-28 Oktober 2023), ratusan penggiat, pelaku, peneliti dan akademisi bahasa Indonesia berkumpul di The Sultan Hotel Jakarta untuk melakukan Kongres Bahasa Indonesia XII.
Ada tiga topik pilihan yang diangkat dalam kongres yang telah dimulai sejak 1938 ini, yaitu: Revitalisasi Bahasa dan Sastra Daerah, Literasi Bahasa dan Sastra Indonesia, serta Internasionalisasi Bahasa Indonesia yang diikat oleh tema utama “Literasi dalam Kebinekaan untuk Kemajuan Bangsa”.
Kongres kali ini begitu bergairah karena pada Mei 2023, pemerintah Indonesia mengusulkan kepada UNESCO untuk menjadikan Bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa resmi dalam sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Bahasa Indonesia (BIPA) diklaim telah diajarkan di 52 negara dan melayani 162.000 orang asing yang tertarik belajar bahasa Indonesia dengan berbagai motif sejak 2015.
Secara historis, bahasa Indonesia telah menjadi mata kuliah wajib yang mesti diambil oleh mahasiswa jurusan “Indologen” atau “Indologi” (Indonesian Studies) di kampus tertua di Belanda, Universiteit Leiden.
Sejak 1918, Universitas Leiden mengangkat seorang guru bantu atau asisten profesor (hulpleraar) yang mengajar Bahasa Melayu.
Meskipun sudah memiliki beberapa dosen berkebangsaan Belanda yang memiliki kemampuan berbahasa Melayu, tetapi Universitas Leiden merasa masih perlu merekrut penutur asli (native speaker) Bahasa Melayu sebagai pengajar mahasiswa-mahasiswa Belanda yang mengambil jurusan Indologi.
Kebanyakan para mahasiswa memang berkeinginan bekerja di Hindia Belanda (Nusantara), baik di sektor swasta atau sebagai pegawai kolonial sehingga mereka membutuhkan kemampuan bahasa Melayu (Indonesia) yang baik dan benar dalam menjalankan pekerjaan nantinya.
Tradisi itu dimulai dengan sosok bernama Baginda Dahlan Abdullah (yang nantinya banyak berperan dalam persiapan kemerdekaan Indonesia dan sempat menjabat Duta Besar Indonesia untuk Irak, Trans Jordania dan Syiria pada 1950) dengan masa bakti 1918-1922, kemudian diteruskan oleh Sutan Muhammad Zain (petinggi di Balai Pustaka).
Tradisi memakai penutur asli untuk mengajarkan bahasa Indonesia masih dipertahankan oleh Universitas Leiden hingga saat ini.
Sosok yang masih aktif mengampu mata kuliah ini adalah Dr. Suryadi, M.A. (Lulusan S1 Sastra Minangkabau Universitas Andalas Padang) yang telah mencatatkan pengabdian panjangnya di negeri kincir angin itu, yakni selama 25 tahun, dimulai sejak 1998.
Keinginan orang asing untuk mempelajari bahasa tentu tidak terlepas dari kebutuhan pragmatis seperti menunjang pekerjaan dan karier, mempermudah perjalanan wisata ke negara atau bisa karena motivasi keilmuan.
Untuk alasan pertama kita masih melihat bagaimana bersemangatnya orang-orang di Jepang dan Korea mempelajari bahasa Indonesia karena banyak perusahaan otomotif dan elektronik Jepang serta Korea yang memiliki kantor di Indonesia.
Biasanya mereka akan menempatkan karyawan setingkat manajer dari warga negara mereka sendiri.
Sementara untuk motivasi berwisata, kita menemukan semangat mempelajari bahasa Indonesia dari wisatawan-wisatawan asing terutama dari Australia yang memang memiliki keinginan untuk tinggal agak lama di Indonesia, terutama di Bali.