Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar: Pekerja Anak Sumbang Rendahnya Kualitas SDM di Indonesia

Kompas.com - 04/09/2023, 14:04 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran (Unpad), Prof. Nunung Nurwati mengatakan, keberadaan pekerja anak akan menimbulkan masalah luas dan kompleks.

Membiarkan anak menjadi pekerja, kata dia, akan membentuk sumber daya manusia (SDM) berkualitas rendah hingga lingkaran kemiskinan.

Baca juga: Kisah Brian Tan, Pria Usia 18 Tahun yang Sedang Kuliah S3 di Amerika

"Bagi anak itu sudah jelas akan mengganggu tumbuh kembang dan kehilangan hak-haknya dan mereka akan menjadi SDM yang kualitasnya rendah," kata Prof. Nunug dikutip dari laman Unpad, Senin (4/9/2023).

Menurutnya, hal tersebut diakibatkan anak sejak usia dini sudah bekerja bahkan ada yang tidak sekolah. Mereka juga memiliki upah yang rendah.
Ketika mereka dewasa, kemungkinan besar akan menjadi tenaga yang tidak berkualitas, bekerja serabutan, dan terus memiliki upah rendah.

Jika dibiarkan, kondisi ini berpotensi terulang ketika sudah berkeluarga.

Mereka akan kesulitan memenuhi kebutuhan keluarganya, sehingga berpotensi kembali menjadi keluarga miskin dan mendorong anak-anak mereka untuk bekerja.

"Nah, itulah yang disebut dengan lingkaran kemiskinan," ujar Prof. Nunung.

Lanjut dia mengatakan, SDM dengan kualitas yang rendah ini akan menimbulkan masalah bagi masyarakat secara luas bahkan negara, sehingga tidak mampu bersaing di pasar global.

Menurut Prof. Nunung, penyelesaian masalah ini bukanlah dengan menarik anak langsung dari pasar kerja.

Akar permasalahannya bukanlah pada anak, melainkan lingkungan yang terdekat, terutama keluarga. Keluarga semestinya mampu untuk memenuhi hak-hak anak, terutama hak bersekolah dan bermain.

"Pendekatan untuk penanganan pekerja anak itu tidak bisa dilakukan secara parsial tetapi harus dilakukan secara holistik," jelas dia.

Baca juga: Orangtua, Ini 6 Penyebab Anak Sulit Konsentrasi Saat Belajar

"Tidak hanya pendekatan ekonomi saja atau legal formal saja, misalnya dengan peraturan, dengan kebijakan, atau dengan program-program pemberdayaan saja itu menurut saya tidak akan menyelesaikan akar masalahnya," tambah Prof. Nunung.

Oleh karena itu, intervensi semestinya dapat dilakukan secara multidisiplin ilmu.

Dia pun menawarkan suatu konseptualisasi intervesi pekerja anak, dilihat dari the strengths perspective dan person-in-environment perspective.

Prof. Nunung mengatakan, lingkungan harus tercipta secara kondusif sehingga anak bisa mengaktualisasikan dirinya. Hal ini tidak dapat dilakukan oleh satu pihak saja, tetapi berbagai institusi, formal maupun nonformal.

Dia menambahkan, ketahanan keluarga juga menjadi penting untuk diperhatikan dengan menggali potensi kekuatan yang ada di masing-masing individu atau keluarga. Dengan ketahanan keluarga, diharapkan anak terbebas dari keharusan untuk bekerja.

Baca juga: 10 Jurusan Teknik Informatika Terbaik Indonesia, Ada Binus dan Telkom

"Kita juga harus memperhatikan norma budaya yang melingkupi semua dari timbulnya pekerja anak, karena budaya atau kebiasaan juga mempengaruhi anak bekerja," pungkas Prof. Nunung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com