Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Merindukan Sekolah yang Menyenangkan

Kompas.com - 19/09/2022, 14:23 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Frangky Selamat*

HAMPIR 30 tahun yang lalu, seorang remaja menulis opini di majalah remaja HAI (terakhir terbit regular pada Juni 2017) dengan judul yang menggelitik: “Mengapa Sekolah Menjadi Sesuatu yang Membosankan?

Dalam tulisannya si remaja ini menguraikan pembelajaran monoton yang berpusat pada sang guru. Sementara siswa dipaksa mendengarkan, menyimak dan mencatat.

Tuntutan untuk menyelesaikan materi sesuai kurikulum ditengarai menjadi alasan utama.

Menariknya, tulisan itu terbit pada 1990-an. Abad yang berbeda dengan sekarang. Ketika zaman telah berganti ternyata pola serupa masih banyak dijalankan hingga kini.

Pola “klasik” yang tidak lekang oleh waktu, tapi berpotensi “membunuh” potensi akademik maupun nonakademik para siswa.

Sekolah yang menyenangkan semestinya dapat mengembangkan segenap potensi anak didik. Siswa menemukan identitas dirinya, mengetahui bakat dan kemampuannya sehingga ia dapat mengeksplorasi potensi diri, menjadi modal untuk menjalani hidup di hari-hari yang kian sarat akan ketidakpastian.

Ketika ia melanjutkan studi di jenjang pendidikan tinggi, ia tidak lagi menjadi individu yang penuh kebimbangan dan terus meraba-raba untuk mengenal potensi diri, yang semestinya telah ia temukan di jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Sekolah yang menyenangkan sepatutnya juga menempatkan siswa pada posisi yang lebih dihargai.

Artinya walau siswa adalah individu yang harus dibimbing dan dibina, namun menempatkan siswa tidak hanya sebagai objek, tetapi juga “pelaku” yang turut berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Tidak cukup hanya mendengar dan mengikuti instruksi.

Poris (2015) menuliskan sepuluh hal yang menyenangkan bagi anak-anak. Setidaknya terdapat dua hal yang relevan dengan sekolah yang menyenangkan, yaitu kesenangan kompetitif dan kesenangan berorientasi pada olahraga.

Kesenangan kompetitif memperlihatkan bahwa memenangkan lomba, kontes atau acara olahraga adalah hal menyenangkan.

Melakukan sesuatu yang lebih baik daripada yang lain menjadi tantangan. Sekolah didorong untuk menyediakan sarana untuk siswa berkompetisi, di luar aspek akademik yang selama ini kerap kali lebih dikedepankan.

Kesenangan berorientasi pada olahraga sejalan dengan kesenangan kompetitif. Kegiatan olahraga menjadi penyaluran yang bermanfaat bagi siswa untuk merasakan senang di sekolah.

Sementara ada sekolah yang justru membatasi jam olahraga siswa dengan dalih mempersiapkan siswa menghadapi ujian akhir sekolah atau mempersiapkan siswa ke jenjang yang lebih tinggi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com