KOMPAS.com - Calon wakil presiden nomor urut 3, Mahfud MD mengatakan, berdasarkan data Transparency International korupsi di Indonesia terjadi korupsi besar-besaran.
Bahkan, korupsi secara besar-besaran itu terjadi di Indonesia pada tiga ranah trias politica, yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Hal itu disampaikan Mahfud dalam debat cawapres di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) pafa Jumat (22/12/2023).
“Berdasarkan hasil CG Transparency International, korupsi terjadi di lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif secara besar-besaran," kata Mahfud.
Berdasarkan laporan Transparency International pada 31 Januari 2023, skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2022 memang mengalami penurunan di angka 34.
Skor itu menurun jika dibandingkan tahun 2021 yang berada di angka 38. Bahkan, menurut Transparency International, IPK ini merupakan yang terburuk yang didapat Indonesia sepanjang masa Reformasi, secara khusus sejak 1995.
Adapun, IPK merupakan indikator atau skor untuk mengukur persepsi korupsi di sektor publik pada skala nol (sangat korup) hingga 100 (sangat bersih) di 180 negara dan wilayah. Semakin tinggi nilai IPK suatu negara, maka kian rendah korupsi yang terjadi.
IPK didapat dari kombinasi 13 survei global dan penilaian korupsi menurut persepsi pelaku usaha serta ahli.
Adapun berdasarkan data Transparency International terakit skor IPK Indonesia dari tahun 2014 hingga 2023 yakni sebagai berikut:
Skor IPK 2014 = 34
Skor IPK 2015 = 36
Skor IPK 2016 = 37
Skor IPK 2017 = 37
Skor IPK 2018 = 38
Skor IPK 2019 = 40
Skor IPK 2020 = 37
Skor IPK 2021 = 38
Skor IPK 2022 = 34
Kendati begitu dalam laporan tersebut tidak tidak disebutkan secara spesifik jumlah korupsi di Indonesia.
Dilansir Kompas.id, Sekretaris Jenderal Transparency International (TII) Danang Widoyoko mengungkapkan, penurunan IPK Indonesia pada 2022 menunjukkan bahwa strategi dan program pemberantasan korupsi tidak efektif.
Menurut dia, stagnasi pencegahan korupsi politik dan korupsi peradilan berkontribusi pada turunnya skor dan peringkat Indonesia.
Lalu apa benar kasus korupsi besar-besaran terjadi di legislatif, eksekutif, dan yudikatif?
Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sejak lembaga antirasuah itu berdiri pada 2004 hingga 2023, terdapat penindakan terhadap 344 anggota legislatif, yaitu DPR dan DPRD.