KOMPAS.com - Nyamuk dengan bakteri wolbachia belakangan menjadi sorotan karena muncul kekhawatiran soal keamanannya.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah meluncurkan strategi pengendalian demam berdarah dengue (DBD) dengan melepaskan nyamuk Aedes aegypti yang telah diberi bakteri wolbachia.
Sementara di media sosial beredar klaim-klaim keliru. Baik soal sumber pendanaan program, nyamuk wolbachia membawa berbagai penyakit, mamu mengubah orientasi seksual, sampai pemicu pandemi kedua.
Berikut rangkuman penelusuran fakta dari hoaks seputar nyamuk wolbachia yang beredar di media sosial.
Pada 12 November 2023, sebuah komunitas menggelar konferensi pers yang menyerukan agar program pelepasan nyamuk wolbachia dihentikan.
Komjen Pol Dharma Pongrekun menyatakan, nyamuk wolbachia mengandung senjata pembunuh manusia.
Kemudian, ia mengaitkannya dengan narasi soal senjata pembunuh manusia, digitalisasi, dan pemasangan cip.
Klaim itu dibantah oleh Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi.
"Tidak ada chip," kata Nadia, pada 15 November 2023, dilansir Kompas.com.
Uji coba penyebaran nyamuk dengan bakteri wolbachia di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul mampu menekan kasus demam berdarah sampai 77 persen.
Strategi pengendalian DBD dengan wolbachia aman karena bakterinya alami dan tidak menimbulkan penyakit pada manusia.
"Ini ada bakteri wolbachia, bakteri yang memang ada di alam dan tidak menyebabkan penyakit. Bakteri penghancur buah-buahan," imbuh Nadia.
Beredar klaim yang menyebut penyebaran nyamuk dengan bakteri wolbachia mampu memicu pandemi.
Faktanya, bakteri wolbachia dalam nyamuk tidak mampu menimbulkan penyakit pada manusia.
"Wolbachia tidak menimbulkan penyakit baru yang berbahaya bagi kesehatan, sudah ada penelitian dan kajian risiko," kata Nadia.