KOMPAS.com - Masyarakat diminta mewaspadai peningkatan hoaks di media sosial Jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Sebab, penyebaran hoaks dapat mempertajam polarisasi.
Keterbelahan bisa dilihat pada dua pemilu sebelumnya, di mana muncul istilah "cebong" dan "kampret" yang merujuk pada pendukung dua pasangan calon presiden-wakil presiden.
Informasi palsu kerap digunakan untuk menyerang lawan politik atau pihak yang berseberangan.
Baca juga: Kolaborasi Pemeriksa Fakta dan Kecerdasan Buatan Perangi Misinformasi
Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) mencatat, hoaks terkait politik di media sosial mencapai 52,7 persen pada Pemilu 2019.
Sementara, jurnalis Solopos, Syifaul Arifin menuturkan, jika dibandingkan dengan Pemilu 2014, jumlah hoaks meningkat tiga sampai empat kali lipat pada Pemilu 2019.
“Dan yang dikawatirkan adalah soal peningkatan hoaks, apalagi ini diperparah dengan peran influencer, buzzer dan bot," ujar Syifaul dalam webinar bertajuk Polarisasi Mengancam Demokrasi, Rabu (5/4/2023).
Oleh sebab itu, Syifaul menekankan pentingnya jurnalis dan pemeriksa fakta dalam menghambat polarisasi.
Beberapa upaya yang bisa dilakukan antara lain dengan memberikan ruang bagi kelompok-kelompok marjinal, mengintensifkan debunking dan prebunking, serta lebih banyak mengangkat isu lokal.
Selain itu, Syifaul juga mengingatkan agar media massa maupun jurnalis bekerja secara independen dan tidak partisan atau menjadi pengikut partai politik.
Baca juga: Kelola Logika dan Emosi untuk Melawan Disinformasi Pemilu...
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengungkapkan kekhawatiran soal penyebaran hoaks di Pemilu 2024.
Ia mengatakan, disinformasi atau penyampaian informasi yang salah memperparah kemunduran demokrasi di Indonesia, termasuk merusak kualitas pemilu.
"Sentimen-sentimen ideologi yang sempit, agama yang sempit. Keduanya ikut merusak mutu demokrasi di Indonesia," ungkapnya.
Usman menegaskan, disinformasi merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) karena menghalangi orang untuk mendapat informasi yang benar serta pengetahuan.
"Orang berhak mendapat informasi yang benar, informasi yang mengandung pengetahuan," kata Usman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.