JAKARTA, KOMPAS.com - Kolaborasi pemeriksa fakta dan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) menjadi salah satu strategi Facebook dalam memerangi misinformasi, terutama jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Pemeriksa fakta independen berperan mengidentifikasi dan meninjau potensi kesalahan informasi pada konten, yang memungkinkan Facebook mengambil tindakan.
Kepala Kebijakan Misinformasi Asia Pasifik Meta Alice Budisatrijo menuturkan, sejak 2018 Facebook telah bekerja sama dengan pemeriksa fakta di Indonesia. Saat itu, Facebook menggandeng Tirto.id.
Kemudian, jumlah pemeriksa fakta kian bertambah. Kini, perusahaan asal Amerika Serikat itu telah bekerja sama dengan enam pemeriksa fakta yang disertifikasi oleh International Fact-Checking Network (IFCN).
“Di Indonesia kamu punya enam mitra, yaitu Kompas.com, Liputan6.com, Tempo, Tirto, Mafindo, dan AFP. Pemeriksa fakta kami semua sudah disertifikasi oleh IFCN,” ujar Alice, saat jumpa pers di kawasan Sudirman Central Business District, Jakarta, Jumat (24/3/2023).
“Dengan enam pemeriksa fakta inilah kami bekerja sama, lebih fokus lagi ke konten-konten yang berkaitan dengan pemilu,” tutur dia.
Saat ini Facebook bermitra dengan sekitar 90 pemeriksa fakta pihak ketiga independen di seluruh dunia yang bekerja dalam lebih dari 60 bahasa.
Di Asia Pasifik, pemeriksa fakta tersebut berada di Indonesia, Singapura, Malaysia, Hong Kong, Myanmar, Thailand, Sri Lanka, Bangladesh, Pakistan, dan Mongolia.
Selain itu, juga di Kazakhstan, Korea Selatan, Taiwan, India, Filipina, Australia, Selandia Baru, dan Kepulauan Pasifik.
Alice mengatakan, seluruh pemeriksa fakta memiliki akses ke dashboard yang berisi konten-konten berpotensi misinformasi.
Dashboard tersebut mengandalkan AI atau machine learning yang diprogram berdasarkan artikel-artikel cek fakta dalam lima tahun terakhir.
Menurut Alice, artikel yang dibuat pemeriksa fakta melatih AI untuk bisa lebih mengenali konten-konten misinformasi.
“Jadi sekarang ini mereka (AI) sudah lebih fokus, bisa menemukan konten-konten yang mestinya mereka cek fakta dan menjelang pemilu nanti tentunya lebih banyak konten-konten yang mereka periksa faktanya,” kata Alice.
Dengan pengguna lebih dari 2 miliar dan ratusan juta konten setiap hari, Facebook tidak mungkin hanya mengandalkan pemeriksa fakta. Tentunya, AI juga penting untuk mendeteksi potensi misinformasi.
Alice menjelaskan, AI bisa mengenali konten yang berpotensi misinformasi. Kemudian Facebook menekan tingkat distribusinya agar unggahan tersebut tidak viral.