KOMPAS.com - Peringatan Hari Antihukuman Mati Sedunia pada 10 Oktober menjadi momentum bagi sejumlah organisasi non-pemerintah untuk mendorong penghapusan hukuman mati di Indonesia.
Berdasarkan laporan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), sepanjang periode Oktober 2021-September 2022 terdapat 31 vonis hukuman mati di Indonesia.
Kontras menilai penerapan hukuman mati sebagai ironi karena kebijakan tersebut justru bertentangan dengan konstitusi dan beberapa instrumen hukum internasional.
Pasal 28I Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menyatakan bahwa hak untuk hidup sebagai salah satu hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
Baca juga: 20 Tahun Peringatan Hari Antihukuman Mati Sedunia
"Hak hidup adalah hak yang paling fundamental, artinya hak tersebut tidak dapat dibatasi atau non-derogable rights," ujar Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti, saat peluncuran laporan mengenai hari antihukuman mati internasional secara daring, Senin (10/10/2022).
Selain ketentuan hukum nasional, penghormatan terhadap hak hidup seseorang juga diatur dalam beberapa instrumen internasional.
Pasal 3 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) mengatur, setiap orang berhak atas penghidupan, kebebasan, dan keselamatan individu.
Kemudian Konvensi Hak Sipil dan Politik (ICCPR) dan Opsional Protokol Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik menyebutkan, setiap manusia memiliki hak yang melekat untuk hidup.
Pernyataan ini tercantum dalam Pasal 6 ayat (1). Dengan demikian hak untuk hidup harus dilindungi oleh hukum, tidak seorang pun boleh dicabut nyawanya secara sewenang-wenang.
ICCPR disahkan pada 16 Desember 1966 dan berlaku mulai 23 Maret 1976. Adapun Indonesia telah meratifikasi ICCPR pada 28 Oktober 2005 melalui pengesahan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2005.
Menurut Komnas HAM, setidaknya terdapat 30 jenis kejahatan yang dapat diancam hukuman mati.
Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), kejahatan yang diancam dengan hukuman mati yakni makar, membunuh kepala negara, mengajak negara asing untuk menyerang Indonesia, dan memberikan pertolongan kepada musuh saat Indonesia dalam keadaan perang.
Ada pula pembunuhan terhadap kepala negara sahabat, pembunuhan yang direncanakan serta pencurian dan kekerasan oleh dua orang atau lebih dan mengakibatkan seseorang mengalami luka berat atau mati.
Penerapan hukuman mati juga diatur dalam sejumlah undang-undang, antara lain UU Tindak Pidana Korupsi, UU Pengadilan HAM, UU Perlindungan Anak, dan UU Narkotika.
Dalam perkembangannya, rancangan KUHP masih mengatur soal hukuman mati.
Baca juga: Dianggap Perampasan Hak Hidup secara Sewenang-wenang, 111 Negara Hapus Hukuman Mati