KOMPAS.com - Impian seorang warga negara Swiss bernama Jean-Henri Dunant (1828-1910) adalah munculnya sebuah kelompok masyarakat yang bersiap sedia membantu korban perang tanpa pandang bulu.
Dilansir dari NobelPrize.org, kisah bermula ketika Jean-Henri Dunant yang merupakan seorang pengusaha, sedang membutuhkan pasokan air untuk perusahaannya yang berada di Aljazair.
Ia pergi ke Kaisar Perancis Napoleon III yang saat itu menjajah Aljazair, untuk meminta pasokan air demi memenuhi kebutuhannya. Saat itu Kaisar Napoleon dan tentaranya dalam perjalanan hendak membantu Italia mengusir pasukan Austria.
Tak tahunya, Dunant justru terlibat dalam perang yang terjadi di Desa Solferino, Italia utara, pada1859.
Setelah menyaksikan salah satu pertempuran paling berdarah abad ke-19 itu, kesadaran kemanusiaan dan hati nuraninya terasah.
Pada 1862, ia telah menyelesaikan sebuah buku kecil berjudul Un Souvenir de Solférino, yang menceritakan perang di Solferino dan gagasannya tentang pemberian bantuan terhadap korban perang.
Sebelumnya, dia juga telah menulis buku perjalanan berjudul Notice sur la Régence de Tunis yang terbit pada 1858.
Buku ketiganya terbit pada 1863 berjudul L'Esclavage chez les musulmans et aux tats-Unis d'Amérique, tentang perbudakan di lingkungan masyarakat muslim.
Un Souvenir de Solférino diisi Dunant dengan tiga bab, yakni cerita pertempuran, kondisi setelah pertempuran, dan sebuah rencana mengorganisasikan bantuan terhadap korban perang dalam skala luas.
Menurut Dunant, bangsa-bangsa di dunia harus membentuk masyarakat bantuan yang siap dan bersedia menangani korban perang, yang harus dibiayai pemerintah.
Pemerintah dengan tokoh dari masing-masing negara harus mengajak masyarakat mau menjadi relawan, melatih mereka, hingga sungguh-sungguh beraksi merawat korban luka sampai pulih.
Sebuah organisasi yang peduli pada kesejahteraan umum di Jenewa bernama Société genevoise d'utilité publique, 7 Februari 1863, menunjuk lima orang komite termasuk Dunant.
Sebagai lanjutan dari Un Souvenir de Solférino, komite itu diminta menilai dengan cermat kemungkinan rencana kerelawanan itu dijalankan di berbagai negara.