KOMPAS.com - Banyaknya jumlah janda di dunia menjadi perhatian berbagai pihak, hingga kemudian setiap tanggal 23 Juni diperingati sebagai Hari Janda Internasional atau International Widows' Day.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam situs resminya menyebutkan, pandemi Covid-19, perang, dan konflik akhir-akhir ini menambah jumlah janda secara signifikan.
Mereka memperkirakan pada 2022 terdapat lebih dari 258 juta janda di dunia. Karena ketidaksetaraan yang dialami, mereka kerap mendapatkan masalah ekonomi, kekerasan, kesehatan, bahkan mendapatkan kerugian lebih besar karena konflik.
Namun dengan jumlah yang sangat banyak dan permasalahan berat yang dihadapi, mereka jarang mendapatkan cukup perhatian dalam penanganan masalah sosial.
Baca juga: Perang di Rusia-Ukraina, tetapi Mengapa Hoaksnya Beredar di Indonesia?
Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Moh Basir Khadim, sempat menawarkan solusi untuk isu tersebut pada Mei 2022.
Dia kemudian mewacanakan adanya rancangan peraturan daerah yang membolehkan aparatur sipil negara di Banyuwangi boleh berpoligami.
Basir memperhatikan persoalan janda karena menyaksikan langsung bagaimana rentannya janda-janda di Banyuwangi. Apalagi, menurut dia, di wilayah itu terjadi 7.500 kasus perceraian per tahun.
"Tujuannya itu ke pemberdayaan, pemberdayaan dan perlindungan. Hanya intinya pada pemberdayaan bagi janda (yang) tidak bisa apa-apa (tidak memiliki keterampilan)," kata Basir pada 23/6/2022).
Baca juga: Wacana Rapeda Janda di Banyuwangi, ASN Diusulkan Bisa Berpoligami
Rencananya, Fraksi PPP di DPRD Banyuwangi akan membuat usulan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Janda di Kabupaten Banyuwangi, tahun depan, dengan memasukkan klausul janda dimadu.
Basir menyatakan bahwa pria yang mampu, terutama ASN, sebaiknya berpoligami atau menjadikan janda istri kedua, untuk melindungi dan memberdayakannya.
Usulan itu segera disambut kontroversi, dengan sebagian pihak meragukan cara itu akan menghasilkan solusi. Atau jangan-jangan justru menimbulkan masalah baru.
Sejumlah penelitian dilakukan untuk berusaha memahami realita yang terjadi pada keluarga yang suaminya telah berpoligami.
Peneliti melakukan asesmen untuk melihat dampak poligami pada kesejahteraan secara fisik dan psikis.
Nur Hikmah, Ahmad, dan Rusnam dalam penelitian mereka mengungkap bahwa alasan pria berpoligami yang paling utama ialah mampu secara materi dan mendapat kasih sayang lebih, disertai janji akan berlaku adil.
Namun, fakta yang terungkap dalam penelitian berjudul "Dampak Poligami terhadap Kesejahteraan Istri dan Anak Perspektif Maqasid Al-Syariah (Studi di Kecamatan Mowila Kabupaten Konawe Selatan)", akhirnya suami lebih banyak bersama istri muda daripada istri tua.