MAGELANG, KOMPAS.com - Keausan batu pada tangga dan lantai yang terus meningkat menjadi alasan pembatasan kuota pengunjung yang naik ke struktur bangunan Candi Borobudur.
Selain dibatasi, pengunjung yang naik ke struktur bangunan candi pun diharuskan memakai sandal khusus yang diberi nama sandal upanat.
Desain sandal upanat sendiri diambil dari salah satu relief Candi Borobudur, yakni relief Karmawibhangga nomor 150.
Meski sampai saat ini belum ada kejelasan kapan kebijakan naik candi diterapkan, namun sandal upanat sudah diproduksi.
Baca juga: Tren Keausan Batu di Candi Borobudur Terus Meningkat Setiap Tahun
Salah satu pengrajin yang saat ini aktif memproduksi sandal upanat adalah Basiyo, warga Dusun Bumisegoro, Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang.
Setiap harinya, pria 59 tahun ini memproduksi sandal upanat di rumahnya Dusun Bumisegoro.
Alas sandal upanat dibuat dari bahan baku pandan yang dianyam dan dilapisi spon ati. Sedangkan untuk jepitan kaki berasal dari bahan batok kelapa.
Basiyo mulai membuat upanat sejak pertengah tahun 2021, setelah mendapat pelatihan dari Balai Konservasi Borobudur (BKB).
"Mendapat pelatihan dari Balai Konservasi Borobudur tahun 2020 sama 2021 kemarin," ujar Basiyo saat ditemui di rumhanya, Jumat (10/6/2022).
Dalam sehari, rata-rata Basiyo memproduksi 40 pasang sandal upanat. Untuk membuat sandal upanat Basiyo memperoleh bahan pandan dari Desa Kenalan, Kecamatan Borobudur. Mengingat di sekitar Bukit Menoreh banya tumbuh tanaman pandan.
Sebelum memproduksi sandal upanat, dulunya Basiyo adalah perajin sandal batik.Sehingga ia tidak kesulitan ketika diminta membuat sandal upanat oleh BKB
"Tahun 2005 itu saya buat kerajinan topeng sama wayang kayu, tapi tidak laku. Akhirnya saya cari apa yang kira-kira cepat laku, akhirnya ketemu sandal batik," ujar bapak empat anak ini.
Baca juga: Rencana Konservasi Candi Borobudur, Hanya Biksu yang Boleh ke Stupa Saat Ibadah