KOMPAS.com - Meta, perusahaan induk Facebook, merilis laporan terbaru yang mengungkap peran invasi Rusia dalam peningkatan disinformasi di dunia maya.
Laporan yang dirilis Meta pada Kamis (7/4/2022) juga menemukan adanya lonjakan konten yang terkait dengan invasi Rusia ke Ukraina.
Temuan kasus-kasus baru disinformasi domestik dan propaganda juga ditemukan dari negara-negara di seluruh dunia.
Dilansir dari AP, Kamis (7/4/2022) fenomena yang terungkap dari laporan Meta ini menunjukkan bahwa taktik yang dipelopori oleh badan intelijen asing sekarang sedang digunakan dalam skala lebih luas.
"Meskipun perhatian publik dalam beberapa tahun terakhir ini banyak difokuskan pada campur tangan asing, ancaman domestik meningkat secara global," kata Nick Clegg, Presiden Meta untuk urusan global dan mantan Wakil Perdana Menteri Inggris.
Rusia menjadi aktor utama
Menurut laporan Meta, Rusia dan sekutunya menjadi aktor utama di balik meningkatnya disinformasi di dunia maya belakangan ini.
Kelompok-kelompok yang terkait dengan Kremlin diketahui menyebarkan disinformasi tentang invasi ke Ukraina sambil memperkuat teori konspirasi pro-Rusia di dalam negeri.
Laporan itu juga mengungkap aksi para hacker pro-Rusia membobol akun media sosial milik puluhan perwira militer Ukraina.
Para hacker itu mencoba mengunggah video tentara Ukraina yang diperlihatakan kalah dan menyerah menggunakan akun-akun itu, namun berhasil digagalkan oleh Meta.
Meta melacak upaya peretasan tersebut dan menemukan pelakunya adalah organisasi hacker bayangan yang dikenal sebagai Ghostwriter, yang terkait dengan Belarusia, sekutu Rusia.
Ghostwriter memiliki riwayat menyebarkan konten kritis terhadap Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), dan juga telah mencoba meretas akun email.
"Ini adalah hal yang mereka lakukan dan terbukti benar," kata Ben Read, Direktur Analisis Spionase Siber di Mandiant, sebuah perusahaan keamanan siber Amerika Serikat (AS) terkemuka yang telah melacak aktivitas Ghostwriter selama bertahun-tahun.
Tahun lalu, Mandiant mengatakan bahwa petunjuk digital menunjukkan para peretas itu berbasis di Belarusia, meskipun pejabat Uni Eropa sebelumnya menyalahkan Rusia.
Belarusia dan Rusia belum menanggapi klaim tersebut.