Kendati demikian, dia meyakini, jalur mandiri semacam ini lahir gara-gara pemerintah tidak mampu membiayai perguruan tinggi secara penuh.
"Akhirnya perguruan tinggi mau tidak mau harus membuka itu. Kalau pemerintah mampu, saya kira ngapain juga perguruan tinggi buka jalur mandiri," ucapnya.
Baca juga: Didemo Mahasiswanya, Unsoed Cabut Peraturan Rektor soal Kenaikan UKT
Cecep melanjutkan, pemerintah sudah seharusnya bekerja keras untuk membiayai perguruan tinggi.
"Berani mendirikan perguruan tinggi, memberi izin segala macam, ya harus berani juga membiayai secara optimal," tegasnya.
Ia menegaskan, anggaran dari pemerintah adalah sumber dana primer pertama untuk mengoperasikan perguruan tinggi.
Perguruan tinggi masuk ranah publik, sehingga sudah sewajarnya pemerintah tidak boleh lepas tangan.
Selanjutnya, masih ada pendapatan dari hasil inovasi dan kreativitas perguruan tinggi dalam mengelola sumber dayanya.
"Dari hasil income generating university (IGU), artinya penghasilan atau pendapatan universitas dari kreativitas, inovasi berupa paten, kerja sama, macam-macam itu," terangnya.
Baca juga: UKT Unsoed Tembus Belasan-Puluhan Juta, Kampus Sebut Mahasiswa Bisa Ajukan Keringanan
Terlebih, kampus dan program studi (prodi) terakreditasi unggul, dinilai memiliki kelebihan untuk menciptakan peluang.
Dengan menjual kemampuan dan hasil inovasi ke pihak-pihak luar yang membutuhkan, tentu akan berdampak besar pada pemasukan dana.
Barulah langkah terakhir, jika semua telah diupayakan tetapi masih kekurangan, perguruan tinggi bisa melimpahkan biaya tambahan kepada mahasiswa melalui penyesuaian UKT.
Namun, penyesuaian UKT juga tidak perlu terlalu drastis hingga memberatkan mahasiswa dan orangtuanya.
"Kenaikan pun harus diukur. Saya lihat ada kampus yang diprotes karena kenaikannya berlipat-lipat. Itu yang tidak bijak, kalaupun ada penyesuaian harus dilihat kemampuan orangtua mahasiswa," imbaunya.
Menurut Cecep, masyarakat menengah ke bawah seharusnya terlindungi dengan biaya kuliah semurah mungkin.