Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Fenomena Heatwave, Berikut Penyebab dan Dampaknya

Kompas.com - 03/05/2024, 16:30 WIB
Muhammad Zaenuddin

Penulis

KOMPAS.com - Heatwave atau gelombang panas adalah periode suhu permukaan tinggi yang tidak normal dan berkepanjangan dibandingkan dengan suhu normal yang diperkirakan.

Heatwave dapat berlangsung selama beberapa hari, minggu, hingga beberapa bulan, dan merupakan penyebab signifikan kasus kematian akibat cuaca.

Secara global, peningkatan frekuensi dan intensitas gelombang panas yang diamati sejak tahun 1950-an, telah dikaitkan dengan perubahan iklim, menurut laman Britannica.

Secara umum, heatwave dapat menjadi cuaca alam paling berbahaya, karena menimbulkan risiko kesehatan, sosial, lingkungan, dan ekonomi yang serius.

Baca juga: Gelombang Panas Menerjang Kawasan Asia, Apa Penyebabnya?


Apa itu heatwave?

Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) mendefinisikannya kondisi heatwave sebagai lima hari atau lebih berturut-turut, di mana kenaikan suhu maksimum harian melampaui 5 derajat celsius atau lebih.

Periode cuaca panas yang tidak normal tersebut dapat berlangsung selama beberapa hari hingga bulan, dengan suhu maksimum dan minimum yang sangat tinggi di suatu lokasi.

Meski begitu, tidak ada definisi formal dan standar mengenai heatwave atau gelombang panas, dan beberapa negara telah mengadopsi standar mereka sendiri untuk kondisi tersebut.

Baca juga: Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Misalnya Departemen Meteorologi India menggunakan standar kenaikan suhu sebesar 5 sampai 6 derajat celsius atau lebih di atas suhu normal.

Kemudian Layanan Cuaca Nasional AS mendefinisikan heatwave sebagai kondisi panas tidak normal dan tidak nyaman, serta cuaca yang sangat lembab selama dua hari atau lebih.

Massa udara yang sangat panas dan lembap di wilayah berpenduduk padat dapat menyebabkan masalah kesehatan, atau bahkan kematian.

Baca juga: Ramai soal Heatwave Melanda Negara-negara Asia, Apakah Berpotensi Terjadi di Indonesia?

Penyebab heatwave atau gelombang panas

DIlansir dari laman UNICEF, heatwave atau gelombang panas diakibatkan oleh udara hangat yang terperangkap di atmosfer dan merupakan fenomena cuaca alami.

Gelombang panas semakin meningkat intensitas dan frekuensinya akibat perubahan iklim, atau akibat emisi gas rumah kaca yang memerangkap panas lebih lama.

Fenomena heatwave dapat ditandai dengan kondisi kelembapan rendah, yang dapat memperburuk kekeringan.

Atau juga kelembapan tinggi, yang dapat memperburuk dampak kesehatan karena stres akibat panas, yang mencakup kelelahan, dehidrasi, dan heat stroke (sengatan panas).

Baca juga: Thailand Dilanda Suhu Panas, Dilaporkan 30 Orang Meninggal Dunia akibat Heat Stroke

Dampak umum fenomena heatwave

Penyebab gelombang panas di Thailand dan negara Asia lainnya.Shutterstock Penyebab gelombang panas di Thailand dan negara Asia lainnya.

Gelombang panas telah menyebar dengan cepat ke wilayah-wilayah baru di dunia dan terjadi pada waktu yang tidak sesuai musim dalam setahun.

Mengutip laman Organisasi Meteorologi Dunia, dengan semakin meluasnya pemanasan global, intensitas, frekuensi, dan durasi heatwave diperkirakan akan meningkat .

Berbagai risiko berinteraksi dengan gelombang panas seperti kekeringan, cuaca kebakaran, banjir bandang, dan polusi udara yang memiliki dampak yang semakin besar terhadap manusia dan alam.

Baca juga: Menghadapi Gelombang Panas, Malaysia Akan Izinkan Sekolah Liburkan Siswa

Secara umum heatwave atau gelombang panas berdampak pada kesehatan dan kesejahteraan manusia, keselamatan dan infrastruktur publik, serta lingkungan alam.

Dampak buruk yang lebih luas meliputi:

  • Produktivitas pertanian
  • Produktivitas tenaga kerja
  • Sanitasi air
  • Kerusakan infrastruktur kritis
  • Kematian hewan dan habitat liar
  • Keanekaragaman hayati
  • Olahraga dan paparan di luar ruangan.

Secara global, paparan populasi terhadap heatwave akan terus meningkat seiring dengan semakin memanasnya suhu.

Perbedaan geografis yang besar dalam angka kematian akibat panas yang akan mempengaruhi mereka yang memiliki sumber daya paling sedikit dan tanpa intervensi atau adaptasi tambahan.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Jelang Puncak Haji, Bus Shalawat Sementara Setop Layani Jemaah

Jelang Puncak Haji, Bus Shalawat Sementara Setop Layani Jemaah

Tren
Bikin Ilmuwan Bingung, Ini 13 Misteri Alam Semesta yang Belum Terpecahkan

Bikin Ilmuwan Bingung, Ini 13 Misteri Alam Semesta yang Belum Terpecahkan

Tren
Mungkinkah 'Psywar' Penonton Pengaruhi Hasil Akhir Pertandingan Sepak Bola?

Mungkinkah "Psywar" Penonton Pengaruhi Hasil Akhir Pertandingan Sepak Bola?

Tren
Asal-usul Nama Borneo, Sebutan Lain dari Pulau Kalimantan

Asal-usul Nama Borneo, Sebutan Lain dari Pulau Kalimantan

Tren
Jokowi Beri Izin Tambang, NU Gercep Bikin PT tapi Muhammadiyah Emoh Tergesa-gesa

Jokowi Beri Izin Tambang, NU Gercep Bikin PT tapi Muhammadiyah Emoh Tergesa-gesa

Tren
Kronologi Bos Rental Mobil Asal Jakarta Dikeroyok Warga hingga Tewas di Pati

Kronologi Bos Rental Mobil Asal Jakarta Dikeroyok Warga hingga Tewas di Pati

Tren
Nilai Tes Ulang Rekrutmen BUMN Lebih Rendah dari yang Pertama, Masih Berpeluang Lolos?

Nilai Tes Ulang Rekrutmen BUMN Lebih Rendah dari yang Pertama, Masih Berpeluang Lolos?

Tren
Pemerintah Tetapkan Idul Adha 1445 H Jatuh pada Senin 17 Juni 2024

Pemerintah Tetapkan Idul Adha 1445 H Jatuh pada Senin 17 Juni 2024

Tren
Teka-teki Penguntitan Jampidsus yang Belum Terjawab dan Kemunculan Drone di Atas Gedung Kejagung

Teka-teki Penguntitan Jampidsus yang Belum Terjawab dan Kemunculan Drone di Atas Gedung Kejagung

Tren
Viral Video Sekuriti Plaza Indonesia Disebut Pukuli Anjing Penjaga, Ini Kata Pengelola dan Polisi

Viral Video Sekuriti Plaza Indonesia Disebut Pukuli Anjing Penjaga, Ini Kata Pengelola dan Polisi

Tren
Tiket KA Blambangan Ekspres Keberangkatan mulai 18 Juni 2024 Belum Bisa Dipesan, Ini Alasannya

Tiket KA Blambangan Ekspres Keberangkatan mulai 18 Juni 2024 Belum Bisa Dipesan, Ini Alasannya

Tren
Panglima Sebut TNI Bukan Lagi Dwifungsi tapi Multifungsi ABRI, Apa Itu?

Panglima Sebut TNI Bukan Lagi Dwifungsi tapi Multifungsi ABRI, Apa Itu?

Tren
Beredar Uang Rupiah dengan Cap Satria Piningit, Bolehkah untuk Bertransaksi?

Beredar Uang Rupiah dengan Cap Satria Piningit, Bolehkah untuk Bertransaksi?

Tren
Laporan BPK: BUMN Indofarma Terjerat Pinjol, Ada Indikasi 'Fraud'

Laporan BPK: BUMN Indofarma Terjerat Pinjol, Ada Indikasi "Fraud"

Tren
5 Perempuan Pertama di Dunia yang Menjadi Kepala Negara, Siapa Saja?

5 Perempuan Pertama di Dunia yang Menjadi Kepala Negara, Siapa Saja?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com