KOMPAS.com - Wilayah Indonesia dilanda suhu panas yang menyebabkan cuaca terik saat siang hari.
Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Guswanto mengatakan, suhu panas di Indonesia disebabkan oleh posisi semu matahari yang berada dekat sekitar Khatulistiwa.
“Suhu panas itu biasanya dia (suhu panas) seiring pergerakan sinar Matahari dari ekuator ke belahan Bumi utara. Nanti balik lagi ke ekuator lagi dan belahan Bumi selatan,” kata Guswanto kepada Kompas.com, Kamis (2/5/2024).
Menurut Guswanto, suhu panas yang terjadi masih akan berlangsung hingga Agustus-September. Kondisi tersebut menurutnya lumrah terjdi di Indonesia.
Meski cuaca Indonesia terasa begitu terik pada awal Mei 2024, Guwanto menyebutkan, fenomena ini bukanlah heatwave atau gelombang panas seperti yang terjadi di Thailand dan Filipina.
Lantas, apa perbedaan suhu panas dengan heatwave?
Baca juga: BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024
Guswanto menjelaskan, suhu panas yang terjadi di Indonesia berbeda dengan heatwave.
Hal itu karena fenomena ini hanya dipicu oleh faktor pemanasan permukaan sebagai dampak dari siklus gerak semu Matahari yang dapat terjadi secara berulang setiap tahun.
Sementara gelombang panas atau heatwave terjadi ketika terbentuk pusat tekanan tinggi di atmosfer atas (lebih dari tiga kilometer).
Terbentuknya pusat tekanan tinggi menyebabkan udara panas terdiam di titik itu dalam waktu lama, harian, hingga mingguan.
“Udara panas bertekanan tinggi ini pun kemudian turun, memanaskan udara di permukaan secara adiabatik. Kejadian ini jamak dikontrol oleh pola arus jet (jetstream) dan gelombang Rossby,” ujar Guswanto.
Dalam sistem tekanan tinggi tersebut, pergerakan udara dari atmosfer bagian atas menekan udara permukaan (subsidensi).
Kondisi seperti itu menyebabkan pemampatan dan suhu permukaan meningkat karena umpan balik positif antara massa daratan dan atmosfer.
Pusat tekanan atmosfer tinggi, lanjut Guswanto, juga menyulitkan aliran udara dari daerah lain mengalir masuk ke area tersebut.
“Semakin lama sistem tekanan tinggi ini berkembang di suatu area karena umpan balik positif antara daratan dan atmosfer, semakin meningkat panas di area tersebut dan semakin sulit awan tumbuh di wilayah tersebut,” jelas Guswanto.
Baca juga: Warganet Sebut Suhu Kalimantan Sangat Panas, Ini Penyebabnya Menurut BMKG