Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fakta Kasus Korupsi PT Timah, Seret Harvey Moeis dan "Crazy Rich" PIK Helena Lim

Kompas.com - 28/03/2024, 13:30 WIB
Yefta Christopherus Asia Sanjaya,
Mahardini Nur Afifah

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengusut kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.

Kejagung telah menetapkan 16 orang sebagai tersangka dalam kasus tersebut, termasuk suami Dewi Sandra, Harvey Moeis dan "crazy rich" PIK Helena Lim.

Dilansir dari Kompas.id, Rabu (27/3/2024), Harvey ditetapkan sebagai tersangka dalam kapasitasnya sebagai perpanjangan tangan atau pihak yang mewakili PT Refined Bangka Tin (RBT) untuk mengakomodasi kegiatan penambagan timah ilegal.

Perlu diketahui bahwa para tersangka yang diduga terlibat korupsi melakukan perjanjian kerja sama fiktif dengan PT Timah.

Perjanjian tersebut digunakan sebagai landasan oleh para tersangka untuk membuat perusahaan boneka agar dapat mengambil biji timah di kawasan Bangka Belitung.

Baca juga: Daftar 16 Tersangka Kasus Korupsi Timah Ilegal, Terbaru Harvey Moeis

Berikut sederet fakta korupsi PT Timah.

1. Kerugian mencapai Rp 271 triliun

Dilansir dari Kompas.com, Senin (19/2/2024), kerugian akibat korupsi komoditas timah mencapai Rp 271 triliun atau tepatnya Rp 271.069.688.018.700.

Ahli lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Bambang Hero Saharjo, mengatakan, angka tersebut merupakan perhitungan kerugian kerusakan lingkungan dalam kawasan hutan dan nonkawasan hutan.

"Total kerugian kerusakan lingkungan hidup Rp 271.069.740.060," ujar Bambang di Gedung Kejagung.

Ia menjelaskan bahwa total luasan galian dalam kasus PT Timah mencapai 170.363.064 hektar.

Meski begitu, hanya 88.900,462 hektar yang memiliki IUP, sementara Rp 81.462,602 hektar tidak mengantongi izin.

Bila ditotal, kerugian kerusakan lingkungan dalam kasus korupsi komoditas timah berdasarkan total luas galian mencapai 170.363.064 hektar, baik di kawasan hutan dan nonkawasan hutan.

Baca juga: Sosok dan Sumber Kekayaan Harvey Moeis, Tersangka Korupsi Timah Ilegal

2. Seret crazy rich PIK Helena Lim

Kasus korupsi komoditas timah juga menyeret crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK), Helena Lim.

Kejagung sudah menetapkan Helena sebagai tersangka pada Selasa (26/3/2024).

Ia ditetapkan sebagai tersangka ke-15 kasus korupsi komoditas timah dalam kapasitasnya sebagai manajer PT QSE.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Kuntadi menjelaskan, Helena diduga memberikan bantuan untuk mengelola hasil tindak pidana penambangan timah.

Padahal, lanjut Kuntadi, kegiatan tersebut dijalankan secara ilegal melalui kerja sama penyewaan peralatan pemrosesan peleburan timah.

Helena diduga memberikan sarana dan prasarana melalui PT QSE guna kepentingan dan keuntungan dirinya, termasuk para tersangka.

Namun, para tersangka berdalih pemberian sarana dan prasarana dimaksudkan untuk penyaluran tanggung jawab sosial perusahaan.

"Berdasarkan alat bukti dan setelah dilakukan pemeriksaan berdasarkan alat bukti, penyidik berkesimpulan bahwa telah cukup untuk menetapkan yang bersangkutan (Helena Lim) sebagai tersangka," ujar Kuntadi, dikutip dari Kompas.id, Selasa.

Baca juga: Profil Helena Lim, Crazy Rich PIK Tersangka Kasus Korupsi Komoditas Timah

3. Helena Lim mengaku tidak bersalah

Helena mengatakan bahwa dirinya tidak tahu soal penetapannya sebagai tersangka dalam kasus korupsi komoditas timah.

Hal tersebut dikatakan Helena saat berjalan keluar dari Gedung Kejagung menuju mobil tahanan.

"Saya enggak tahu. Saya enggak bersalah," ujar Helena.

Kuntadi menjelaskan penyidik menjerat Helena dengan Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Helena langsung ditahan oleh penyidik di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kejagung.

Kejagung juga sempat melakukan penggeledahan dan penyitaan di rumah Helena di Jakarta Utara pada Februari 2024.

Setelah melakukan penggeledahan, Kejagung menyita uang senilai Rp 10 miliar dan 2 juta dollar Singapura.

Baca juga: Menpora Dito Penuhi Panggilan Kejagung: Bawa Amanah Presiden, Jawab 24 Pertanyaan

4. Kejagung sita emas dan uang

Jauh sebelum Helena dan Harvey ditetapkan sebagai tersangka, Kejagung telah menyita beberapa aset terkait kasus korupsi komoditas timah setelah menggeledah 10 lokasi.

Tujuh lokasi yang digeledah merupakan perusahaan, sedangkan tiga lokasi lainnya adalah rumah tinggal yang berada di Bangka Belitung.

Tujuh perusahaan yang didatangi Kejagung, yakni PT SB, CV VIP, PT SIP, PT TIN, CV BS, serta CV MAL.

Sementara tiga rumah yang digeledah Kejagung adalah saksi A di Kota Pangkal Pinang, saksi TW di Kabupaten Bangka Tengah, dan saksi TW di Kabupaten Bangka.

Setelah melakukan penggeledahan, penyidik menyita 65 keping emas logam mulia seberat 1.062 gram dan uang tunai senilai Rp 76,4 miliar.

Selain itu, Kejagung juga menyita uang senilai 1,5 juta dollar AS dan 411.400 dollar Singapura.

"(Barang bukti) diduga kuat sebagai barang bukti terkait kejahatan atau hasil kejahatan," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana dikutip dari Kompas.id, Kamis (7/12/2023).

Baca juga: Alasan Kejagung Lakukan Pergantian Jaksa di Sidang Teddy Minahasa

5. Harvey Moeis kongkalikong dengan eks Direktur Utama PT Timah

Kuntadi menjelaskan, Harvey yang sudah ditetapkan sebagai tersangka melakukan kongkalikong dengan eks Direktur Utama PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) untuk mencari keuntungan dalam kasus korupsi komoditas timah.

HM pernah menghubungi Mochtar pada 2018-2019 dalam rangka untuk mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.

Baik Harvey dan Mochtar juga pernah mengadakan pertemuan beberapa kali. Keduanya bersepakat agar kegiatan penambangan ilegal di Bangka Belitung ditutupi.

Caranya dengan menyewa peralatan processing peleburan timah. Havey kemudian menjalin komunikasi dengan beberapa perusahaan smelter untuk mengakomodasi hal itu.

"Akhirnya disepakati bahwa kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut akhirnya dicover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah, yang selanjutnya tersangka HM ini menghubungi beberapa smelter, yaitu PT SIP, CV VIP, PT SPS, dan PT TIN, untuk ikut serta dalam kegiatan dimaksud," ujar Kuntadi, dikutip dari Kompas.com, Rabu.

Kuntadi menambahkan, Harvey juga meminta para pihak smelter untuk menyisihkan sebagian keuntungan untuk diserahkan sebagai dana Corporate Social Responsibility (CSR).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com