Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diprediksi Mundur, Kapan Puncak Musim Kemarau 2024?

Kompas.com - 16/03/2024, 11:30 WIB
Yefta Christopherus Asia Sanjaya,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, awal musim kemarau 2024 di sebagian besar wilayah Indonesia diprediksi mundur dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Wilayah yang awal musim kemaraunya diprediksi mundur seperti sebagian Sumatera Utara, sebagian Riau, Lampung, Banten, Jakarta, Jawa Barat, DIY, Jawa Timur, dan sebagian besar Kalimantan.

Wilayah lain yang mengalami hal serupa adalah sebagian Bali, NTB, sebagian NTT, sebagian Sulawesi Tenggara, sebagian Sulawesi Barat, sebagian besar Sulawesi Tengah, Gorontalo, sebagian Sulawesi Tengah dan sebagian Maluku.

"Jika dibandingkan terhadap rerata klimatologinya (periode 1991-2020), maka awal musim kemarau 2024 di Indonesia diprediksi mundur pada 282 ZOM (40 persen), sama pada 175 ZOM (25 persen), dan maju pada 105 ZOM (15 persen)," jelas Dwikorita dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Jumat (15/3/2024).

Baca juga: BMKG: Awal Musim Kemarau 2024 Diperkirakan Mundur dan Tidak Serempak

Kapan puncak musim kemarau 2024?

Terkait mundurnya awal musim kemarau, Dwikorita mengatakan, sebagian wilayah Indonesia akan memasuki puncak musim kemarau lebih awal pada Juni 2024.

Puncak musim kemarau yang terjadi lebih awal diprediksi terjadi di 317 zona musim atau sekitar 45,61 persen yang meliputi sebagian besar Sumatera, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Utara.

Kemudian, wilayah lain yang diperkirakan memasuki puncak musim kemarau pada Agustus 2024 adalah sebagian Sumatera Selatan, Jawa Timur, sebagian besar Kalimantan, Bali, NTB, NTT, sebagian besar Sulawesi, Maluku, dan sebagian Papua.

"Puncak musim kemarau 2024 umumnya diprediksi pada bulan Juli dan Agustus 2024, yaitu sebanyak 534 ZOM (77 persen), jelas Dwikorita.

Baca juga: Indonesia Masuk Musim Kemarau Maret 2024, Mengapa Masih Hujan?

Perkembangan El Nino

Terkait El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) yang menyebabkan awal musim hujan 2023 mundur, Dwikorita menjelaskan, pemantauan terhadap anomali iklim global di Samudra Pasifik menunjukkan, El Nino moderat masih berlangsung dengan nilai indeks 1,59.

Sementara pemantauan suhu muka laut di Samudra Hindia menunjukkan IOD dalam kondisi netral.

Dwikorita mengatakan, El Nino diprediksi akan menuju netral pada periode Mei, Juni, dan Juli 2024.

Setelah triwulan ketiga pada Juli, Agustus, dan September 2024, El Nino berpotensi beralih menjadi La Nina lemah.

"Sementara itu, kondisi IOD diprediksi akan tetap netral setidaknya hingga September 2024," jelas Dwikorita.

"Sedangkan kondisi suhu muka laut di Indonesia, diprediksikan berada dalam kondisi yang lebih hangat, dengan kisaran +0.5 hingga +2.0 derajat Celcius lebih hangat dari kondisi normalnya," tambahnya.

Baca juga: Februari Akan Berakhir, Kapan Indonesia Masuk Musim Kemarau?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Cara Cek NIK KTP Jakarta yang Non-Aktif dan Reaktivasinya

Cara Cek NIK KTP Jakarta yang Non-Aktif dan Reaktivasinya

Tren
Berkaca dari Kasus Mutilasi di Ciamis, Mengapa Orang dengan Gangguan Mental Bisa Bertindak di Luar Nalar?

Berkaca dari Kasus Mutilasi di Ciamis, Mengapa Orang dengan Gangguan Mental Bisa Bertindak di Luar Nalar?

Tren
3 Bek Absen Melawan Guinea, Ini Kata Pelatih Indonesia Shin Tae-yong

3 Bek Absen Melawan Guinea, Ini Kata Pelatih Indonesia Shin Tae-yong

Tren
Alasan Israel Tolak Proposal Gencatan Senjata yang Disetujui Hamas

Alasan Israel Tolak Proposal Gencatan Senjata yang Disetujui Hamas

Tren
Pendaftaran Komcad 2024, Jadwal, Syaratnya, dan Gajinya

Pendaftaran Komcad 2024, Jadwal, Syaratnya, dan Gajinya

Tren
Studi Baru Ungkap Penyebab Letusan Dahsyat Gunung Tonga pada 2022

Studi Baru Ungkap Penyebab Letusan Dahsyat Gunung Tonga pada 2022

Tren
Mengenal 7 Stadion yang Jadi Tempat Pertandingan Sepak Bola Olimpiade Paris 2024

Mengenal 7 Stadion yang Jadi Tempat Pertandingan Sepak Bola Olimpiade Paris 2024

Tren
Mengenal Alexinomia, Fobia Memanggil Nama Orang Lain, Apa Penyebabnya?

Mengenal Alexinomia, Fobia Memanggil Nama Orang Lain, Apa Penyebabnya?

Tren
Sunat Perempuan Dilarang WHO karena Berbahaya, Bagaimana jika Telanjur Dilakukan?

Sunat Perempuan Dilarang WHO karena Berbahaya, Bagaimana jika Telanjur Dilakukan?

Tren
UU Desa: Jabatan Kades Bisa 16 Tahun, Dapat Tunjangan Anak dan Pensiun

UU Desa: Jabatan Kades Bisa 16 Tahun, Dapat Tunjangan Anak dan Pensiun

Tren
Harga Kopi di Vietnam Melambung Tinggi gara-gara Petani Lebih Pilih Tanam Durian

Harga Kopi di Vietnam Melambung Tinggi gara-gara Petani Lebih Pilih Tanam Durian

Tren
Kasus Mutilasi di Ciamis dan Tanggung Jawab Bersama Menangani Orang dengan Gangguan Mental

Kasus Mutilasi di Ciamis dan Tanggung Jawab Bersama Menangani Orang dengan Gangguan Mental

Tren
Potensi Manfaat Tanaman Serai untuk Mengatasi Kecemasan Berlebih

Potensi Manfaat Tanaman Serai untuk Mengatasi Kecemasan Berlebih

Tren
Terkait Penerima KIP Kuliah yang Bergaya Hedon, UB: Ada Evaluasi Ulang Tiga Tahap

Terkait Penerima KIP Kuliah yang Bergaya Hedon, UB: Ada Evaluasi Ulang Tiga Tahap

Tren
Catat, Ini 5 Jenis Kendaraan yang Dibatasi Beli Pertalite di Batam Mulai Agustus

Catat, Ini 5 Jenis Kendaraan yang Dibatasi Beli Pertalite di Batam Mulai Agustus

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com