Dilansir dari laman BMKG, cuaca ekstrem tersebut dipicu karena Bibit Siklon Tropis 91S yang terpantau di Samudra Hindia bagian tenggara dan barat daya Bengkulu yang membentuk daerah perlambatan kecepatan angin (konvergensi) di Samudera Hindia bagian tenggara, barat daya Bengkulu.
Tak hanya itu, Sirkulasi Siklonik juga terpantau di perairan barat Aceh dan Laut Natuna.
Kondisi ini membentuk daerah konvergensi memanjang di Natuna, Sumatera Utara, dan Kalimantan Barat, serta pertemuan angin (konfluensi) di Sumatra bagian utara dan Sumatera bagian selatan.
BMKG juga mendeteksi adanya daerah konvergensi lainnya yang terpantau memanjang di Samudera Hindia sebelah barat Lampung, Laut Jawa, Samudera Hindia sebelah selatan Jawa, dan Kalimantan Selatan.
Selain itu, daerah konvergensi lainnya terdeteksi pula berada di Selat Makassar, Laut Sulawesi, Sulawesi Utara, Laut Flores, Laut Banda, Samudera Pasifik sebelah utara Maluku Utara, dan Papua.
"Daerah konfluensi terpantau di Laut Jawa, NTB, NTT, dan Laut Banda. Kondisi tersebut mampu meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan di sekitar sirkulasi siklonik dan di sepanjang daerah konvergensi/konfluensi tersebut," tulis BMKG.
Di sisi lain, terdapat pula peningkatan kecepatan angin hingga mencapai lebih dari 25 knot yang terpantau di Samudera Pasifik sebelah timur Filipina yang mampu meningkatkan potensi tinggi gelombang di perairan sekitar Sumatra dan Jawa bag barat.
Intrusi udara kering atau dry intrusion dari Belahan Bumi Utara (BBU) melintasi Samudra Pasifik timur Filipina dan Laut China Selatan.
Kondisi tersebut kemudian mengangkat uap air basah di depan batas intrusi menjadi lebih hangat dan lembab yaitu di sebagian besar Kalimantan, Maluku Utara, dan perairan utara Papua.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.