Selain dari kreativitas visual untuk menarik massa, AI juga memiliki peranan sebagai alat analisis data, salah satunya untuk mengukur sentimen, media sosial monitoring, hingga prediksi hasil.
Tidak bisa dipungkiri, kampanye pemilu kemarin juga merupakan ‘war’ atau perang awareness di media sosial antarpaslon (pasangan calon). AI juga membantu para calon peserta pemilu untuk mengidentifikasi karakteristik publik atau masyarakat tempat mereka berkontestasi.
Dilansir dari Reuters, Yose Rizal, seorang Konsultan Politik yang merupakan pengembang aplikasi Pemilu.AI menyatakan bahwa dalam kontestasi pemilu kemarin, alat AI yang digunakan oleh kandidat merupakan alat komunikasi untuk membuat daftar prioritas politik maupun retargeting dan membantu menggambarkan citra karakter dari kandidat yang disesuaikan dengan daerah-daerah pemilih.
Dia juga mengungkapkan, berdasarkan pengumpulan data dari aplikasi Pemilu.AI diketahui sosok pemimpin yang paling diinginkan dari mayoritas masyarakat Indonesia yang merupakan Muslim adalah kriteria yang rendah hati dan religius.
Hadirnya kecerdasan buatan juga mempermudah para kandidat untuk membuat copywriting kebutuhan kampanye seperti naskah pidato, orasi dan lain sebagainya.
Hal ini terlihat dari susunan dan pemilihan kata-kata yang sangat menarik dan mengalir satu dengan lainnya.
Penggunaan Bots juga sangat berarti dalam meningkatkan dan mempermudah tim kampaye paslon dalam mengumpulkan umpan balik, integrasi media sosial, ketersediaan layanan 24 jam hingga polling dan survei.
Pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan juga dilakukan pada saat penghitungan hasil suara. Sirekap, yang merupakan teknologi Optical Character Recognition (OCR) yang resmi digunakan oleh KPU diklaim mampu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas hasil pemungutan suara.
Meski dalam pelaksanaannya masih menuai banyak kritik dan ruang untuk improvement, fenomena ini menjadi bukti bagaimana kecerdasan buatan sudah digunakan dalam proses pemilu 2024 ini.
Bukan tidak mungkin, kedepan Pemilu akan sepenuhnya bergantung pada kecerdasan buatan. Sebut saja teknologi Computer Vision yang mampu mengartikan data visual dan menggantikan peran mata manusia, hal ini bisa dimanfaatkan untuk mengurangi kecurangan saat pemungutan suara.
Menanggapi fenomena AI dalam pemilu, Kominfo menerbitkan Surat Edaran (SE) yang bersifat panduan etik dalam penggunaan AI dalam kontestasi pemilu dengan anjuran mencantumkan deklarasi apa pun produk yang menggunakan alat bantuan AI harus secara terbuka dinyatakan kepada publik.
Namun, panduan tersebut bukanlah regulasi yang mengikat secara hukum melainkan sebagai pedoman.
Dalam konteks politik, penggunaan teknologi seperti kecerdasan buatan dapat menjadi faktor penting dalam mengumpulkan dan menganalisis data, menyusun strategi kampanye, serta berinteraksi dengan pemilih.
Namun, informasi lebih lanjut mengenai hal ini harus diperoleh dari sumber-sumber yang dapat dipercaya dan aktual agar tidak menyesatkan publik.
AI sebagai kemajuan teknologi yang memudahkan saat ini memang harus dimanfaatkan dengan bijaksana.
Sejatinya, produk AI memberikan ruang kreativitas yang lebih luas dan beragam, namun harus tetap pada koridor nilai-nilai etika, kemanusiaan, hak cipta dan hukum yang berlaku.
Pemerintah sebagai lembaga yang berwenang diharapkan dapat memberikan perlindungan dan susunan regulasi yang jelas di mata hukum agar pemanfaatan kecerdasan buatan dalam hal kontestasi politik maupun kehidupan sehari-hari mampu memberikan manfaat positif, bukan sebaliknya. Semoga!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.