Suara yang diarahkan ke dalam drum bergetar. Membran yang dipasang pada jarum kemudian menggoreskan garis bergelombang pada kertas hitam jelaga, yang dililitkan pada silinder engkol tangan. Invensi Scott dalam sistem hukum paten disebut sebagai prior art.
Prior art adalah pengetahuan atau kecakapan terdahulu yang telah diungkapkan kepada umum, baik berasal dari referensi paten maupun non paten.
Apakah invensi Scott menjadi prior art untuk invensi Thomas Edison, selanjutnya akan saya uraikan.
Realitasnya, Scott ternyata tidak pernah mengembangkan invensi berupa cara atau teknologi untuk memutar rekamannya kembali. Dari fakta teknologi ini, terdapat perbedaan antara invensi "fonograf" milik Edison dengan invensi “phonautograph” milik Scott.
Sistem paten pada prinsipnya selalu melihat kebaruan berdasar hal-hal spesifik, dan hal-hal tak terduga sebelunya (non-obvious), bukan sekadar dari sisi kesamaan fungsionalnya.
Meskipun keduanya secara fungsional memiliki kesamaan sebagai alat perekam, tetapi jika metode, langkah inventif, dan produk akhirnya berbeda, maka keduanya dianggap sebagai invensi berbeda dan memenuhi nilai “novelty” atau syarat kebaruan untuk diberi paten (patent granted).
Hal yang juga penting adalah, secara hukum kapan invensi mulai dilindungi paten?
Kebanyakan negara termasuk Indonesia, dalam UU Patennya menganut prinsip “first to file”, yaitu prinsip pelindungan paten berdasarkan pihak yang pertama kali mengajukan permohonan pendaftaran.
Tanggal penerimaan pendaftaran menjadi dasar mulainya pelindungan hukum itu. Prinsip ini diakui sebagai stelsel paten yang paling memberikan kepastian hukum.
Sejarah mencatat, bahwa Thomas Edison, tidak berhenti hanya sampai ditemukannya invensi fonograf. Ia dikenal sebagai ilmuwan yang intens mengembangkan salah satu laboratorium penelitian industri pertama di dunia.
Korelasi antara hasil riset dengan aplikasi nyatanya dalam industri adalah keniscayaan. Dalam hal inilah hilirisasi paten, dalam arti diaplikasikan dalam industri dan dikomersialkan merupakan strategi yang harus direalisasikan. Dan itu yang dicontohkan tokoh Thomas Edison.
Negara-negara maju menunjukan, riset adalah jantung industri mereka. Namun demikian, mendorong para peneliti menemukan invensi baru yang non-obvious saja tidak cukup, jika tanpa hilirisasi dan aplikasinya dalam industri.
Indonesia memiliki UU 13/2016 tentang Paten. Agar invensi dapat dilindungi secara ekslusif, maka harus didaftarkan sebagai paten dengan memenuhi persyaratan patentabilitas.
Untuk paten biasa, syarat itu mencakup unsur kebaruan (Novelty), dan langkah Inventif (Inventive Step) di mana invensi merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya oleh level ahli sekalipun.
UU Paten juga menekankan bahwa hal lain yang harus dipenuhi sebagai syarat patentabilitas adalah unsur praktis, yaitu harus dapat diterapkan dalam Industri (Industrial Applicable).