Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Muncul Keluhan Gaji Lulusan SMA dan S1 Sama-sama Upah Minimum, Apa Bedanya?

Kompas.com - 24/01/2024, 15:15 WIB
Diva Lufiana Putri,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Lini masa media sosial X ramai memperbincangkan gaji pekerja lulusan SMA dan S1 yang sama-sama senilai upah minimum.

Topik ini bermula dari unggahan akun @worksfess, Sabtu (20/2/2024). Pengunggah mempertanyakan bayaran lulusan SMA dan S1 yang setara upah minimum.

"Wdyt Tentang Gaji tamatan SMA & S1 Sama sama UMR? Jadi pembedanya apa?" tulis pengunggah.

Menanggapi unggahan, sejumlah warganet mengatakan bahwa jenjang karier lulusan sarjana atau S1 lebih terbuka dibandingkan tamatan sekolah menengah.

"Kesempatan berkarir lebih tinggi ada di sarjana," kata pengguna @arieefrahmann__.

"S1 jenjang karirnya cepet sedangkan sma ya gue akuin agak lamban," komentar akun @Ccookk_.

Hingga Rabu (24/1/2024) siang, unggahan tersebut telah dilihat lebih dari 161.400 kali, disukai 780 pengguna, dan diunggah ulang oleh lebih dari 90 warganet.

Lantas, mengapa pekerja lulusan SMA dan S1 sama-sama digaji upah minimum? Apa pembedanya?

Baca juga: Ramai soal Jejak Media Sosial Ikut Tentukan Seseorang Dapat Kerja atau Tidak, Ini Kata Konsultan Karier


Gaji bukan dilihat dari lulusan SMA atau S1

Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan (Sekjen Kemenaker), Anwar Sanusi menegaskan, upah minimum bukan dilihat dari latar belakang pendidikan pekerja.

"Peruntukan upah minimum bagi para pekerja bukan dilihat dari latar belakang pendidikannya, tapi upah minimum diberlakukan untuk pekerja dengan masa kerja kurang dari satu tahun," jelas Anwar, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (24/1/2024).

Dia menegaskan, pekerja, baik lulusan SMA maupun S1 dengan masa kerja satu tahun atau lebih, ukuran gaji didasarkan pada produktivitas.

Gaji berbasis produktivitas tersebut artinya menggunakan pengaturan struktur dan skala upah yang berlaku di perusahaan masing-masing.

Pada tingkat ini, menurut Anwar, kompetensi seorang pekerja menjadi salah satu ukuran yang penting.

Dengan demikian, latar belakang pendidikan tidak selalu menjadi ukuran untuk menentukan besaran upah berbasis produktivitas.

"Tapi ada faktor lainnya yang dapat digunakan sebagai ukuran untuk menentukan besar kecilnya upah," tutur Anwar.

Baca juga: Marak Fenomena Joki, Pengamat Sebut Kombinasi Capaian Nilai dan Mental Menerobos

Keahlian jadi salah satu penentu gaji

Ilustrasi gaji, penghasilan, kenaikan gaji.SHUTTERSTOCK/JIRSAK Ilustrasi gaji, penghasilan, kenaikan gaji.

Terpisah, konsultan karier dan pencetus platform Jurusanku, Ina Liem menjelaskan, banyak variabel untuk menentukan gaji atau upah seorang pekerja.

Menurut Ina, masalah tersebut tidak hanya dapat dilihat dari tingkat pendidikan para pekerja saja.

"Misalnya, jenis pekerjaan yang dilakukan itu sendiri memerlukan keahlian seperti apa. Kalau memang hanya perlu lulusan SMA, tentunya lulusan S1 boleh mendaftar, tapi harus mau menerima standar gaji yang ditawarkan," ungkapnya, saat dikonfirmasi Kompas.com, Rabu.

Dia menambahkan, jika ingin mengantongi gaji yang lebih banyak, maka calon pekerja harus mencari pekerjaan dengan keahlian lebih tinggi dari tingkat SMA.

Namun, ada pula faktor lainnya, yakni keahlian masing-masing individu. Oleh karenanya, meski lulusan S1, tak jarang digaji setara atau lebih rendah dari tamatan sekolah menengah.

Terutama, terang Ina, jika selama kuliah hanya mencari ijazah, tidak menguasai materi, tidak memiliki sertifikasi, serta tidak menambah soft skill dengan magang, berorganisasi, atau memimpin kelompok.

"Skill (keahlian) yang dimiliki bisa saja setara SMA, tidak berkembang, dan waktu wawancara kelihatan," kata dia.

Namun, jika keahlian sudah lebih tinggi dan sifat pekerjaan jauh lebih sulit dari tingkat SMA, tetapi masih digaji upah minimum, maka permasalahan ada pada perusahaan.

"Perusahaannya yang tidak menghargai value (nilai) yang kita berikan (gaji rendah), ya tinggal cari perusahaan lain. Kalau kita memang sebagus itu, pasti malah jadi rebutan, dan daya tawar kita lebih tinggi," ungkapnya.

Baca juga: Lulusan S1 Daftar CPNS Pakai Ijazah SMA, Bisakah Mengajukan Penyesuaian Pendidikan?

Belum tentu jenjang karier lulusan S1 lebih terbuka

Ina Liem pun membantah anggapan terkait jenjang karier lulusan S1 lebih terbuka daripada SMA.

Menurutnya, bukan tingkat pendidikannya, melainkan apa yang dilakukan selama menuntut ilmulah yang menjadi penentu jenjang karier cepat melesat atau diam di tempat.

"Bagi yang memaksimalkan waktu untuk terus belajar, tidak hanya akademis, jenjang karier akan lebih terbuka," ujar Ina.

Dia melanjutkan, keahlian yang dimiliki para lulusan SMA juga dapat jauh berbeda satu sama lain. 

Hal serupa juga berlaku untuk individu dengan tingkat pendidikan sarjana, belum tentu kualitas yang dihasilkan sama.

"Jadi masalah jenjang karier, variabelnya banyak, tidak hanya jenjang studi formal," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Mengapa Lumba-lumba Berenang Depan Perahu? Ini Alasannya Menurut Sains

Mengapa Lumba-lumba Berenang Depan Perahu? Ini Alasannya Menurut Sains

Tren
Cara Cek NIK KTP Jakarta yang Non-Aktif dan Reaktivasinya

Cara Cek NIK KTP Jakarta yang Non-Aktif dan Reaktivasinya

Tren
Berkaca dari Kasus Mutilasi di Ciamis, Mengapa Orang dengan Gangguan Mental Bisa Bertindak di Luar Nalar?

Berkaca dari Kasus Mutilasi di Ciamis, Mengapa Orang dengan Gangguan Mental Bisa Bertindak di Luar Nalar?

Tren
3 Bek Absen Melawan Guinea, Ini Kata Pelatih Indonesia Shin Tae-yong

3 Bek Absen Melawan Guinea, Ini Kata Pelatih Indonesia Shin Tae-yong

Tren
Alasan Israel Tolak Proposal Gencatan Senjata yang Disetujui Hamas

Alasan Israel Tolak Proposal Gencatan Senjata yang Disetujui Hamas

Tren
Pendaftaran Komcad 2024, Jadwal, Syaratnya, dan Gajinya

Pendaftaran Komcad 2024, Jadwal, Syaratnya, dan Gajinya

Tren
Studi Baru Ungkap Penyebab Letusan Dahsyat Gunung Tonga pada 2022

Studi Baru Ungkap Penyebab Letusan Dahsyat Gunung Tonga pada 2022

Tren
Mengenal 7 Stadion yang Jadi Tempat Pertandingan Sepak Bola Olimpiade Paris 2024

Mengenal 7 Stadion yang Jadi Tempat Pertandingan Sepak Bola Olimpiade Paris 2024

Tren
Mengenal Alexinomia, Fobia Memanggil Nama Orang Lain, Apa Penyebabnya?

Mengenal Alexinomia, Fobia Memanggil Nama Orang Lain, Apa Penyebabnya?

Tren
Sunat Perempuan Dilarang WHO karena Berbahaya, Bagaimana jika Telanjur Dilakukan?

Sunat Perempuan Dilarang WHO karena Berbahaya, Bagaimana jika Telanjur Dilakukan?

Tren
UU Desa: Jabatan Kades Bisa 16 Tahun, Dapat Tunjangan Anak dan Pensiun

UU Desa: Jabatan Kades Bisa 16 Tahun, Dapat Tunjangan Anak dan Pensiun

Tren
Harga Kopi di Vietnam Melambung Tinggi gara-gara Petani Lebih Pilih Tanam Durian

Harga Kopi di Vietnam Melambung Tinggi gara-gara Petani Lebih Pilih Tanam Durian

Tren
Kasus Mutilasi di Ciamis dan Tanggung Jawab Bersama Menangani Orang dengan Gangguan Mental

Kasus Mutilasi di Ciamis dan Tanggung Jawab Bersama Menangani Orang dengan Gangguan Mental

Tren
Potensi Manfaat Tanaman Serai untuk Mengatasi Kecemasan Berlebih

Potensi Manfaat Tanaman Serai untuk Mengatasi Kecemasan Berlebih

Tren
Terkait Penerima KIP Kuliah yang Bergaya Hedon, UB: Ada Evaluasi Ulang Tiga Tahap

Terkait Penerima KIP Kuliah yang Bergaya Hedon, UB: Ada Evaluasi Ulang Tiga Tahap

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com