Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Hakim Vonis Bebas Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dalam Kasus "Lord Luhut"

Kompas.com - 08/01/2024, 15:00 WIB
Diva Lufiana Putri,
Ahmad Naufal Dzulfaroh

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Dua terdakwa kasus pencemaran nama baik Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur.

Kasus dugaan pencemaran nama baik ini bermula saat Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Fatia Maulidiyanti berbincang dalam siniar YouTube.

Dalam perbincangan itu, Haris dan Fatia menyebut Luhut telah "bermain" dalam bisnis tambang di Intan Jaya, Papua.

Keberatan dengan tudingan itu, Luhut pun melaporkan keduanya ke polisi atas perkara pencemaran nama baik.

Baca juga: Haris Azhar dan Fatia Divonis Bebas, Tak Terbukti Cemarkan Nama Baik Luhut

Melalui sidang vonis yang digelar pada hari ini, Senin (8/1/2024), majelis hakim menyatakan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti tidak bersalah.

"Mengadili, satu, bahwa terdakwa Haris Azhar tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan penuntut umum dalam dakwaan pertama, kedua primer, dakwaan kedua subsider, dan dakwaan ketiga," ujar hakim ketua, dikutip dari Kompas.com, Senin.

Majelis hakim juga membebaskan kedua terdakwa dari segala dakwaan dan memulihkan haknya dalam kemampuan, kedudukan, serta harkat dan martabatnya sebagai warga negara.

"Oleh karena tidak terbukti, maka para terdakwa diputuskan bebas dari seluruh dakwaan dan tuntutan," ujar majelis hakim.

Baca juga: Poin-poin Revisi UU ITE Jilid II, Termasuk Pasal Karet Pencemaran Nama Baik


Alasan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti divonis bebas

Majelis hakim mengungkapkan sejumlah alasan yang menjadi pertimbangan putusan bebas bagi Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.

Pertama, frasa "Lord Luhut" yang diucapkan terdakwa bukan termasuk penghinaan terhadap Luhut Binsar Pandjaitan.

"Menimbang bahwa perkataan 'Lord' yang diletakkan sebelum nama saksi Luhut Binsar Pandjaitan telah sering disematkan oleh media online dan menjadi suatu notoir (lazim)," kata hakim, dilansir dari Kompas.com, Senin.

"Apabila orang menyebut nama Luhut Binsar Pandjaitan, bahkan dalam perbincangan sehari-hari kata 'Lord Luhut' sering diucapkan, namun tidak menimbulkan suatu permasalahan bagi saksi Luhut Binsar Pandjaitan," sambungnya.

Baca juga: Luhut, Haris Azhar, dan Permintaan Saham Freeport

Majelis hakim menjelaskan, kata "Lord" berasal dari bahasa Inggris yang memiliki arti "Yang Mulia".

Hakim pun memandang penggunaan "Lord" bukan digunakan terhadap personal seorang Luhut, melainkan jabatan yang diembannya sebagai menteri dalam kabinet negara.

"Menimbang bahwa dengan demikian, majelis hakim menilai kata 'Lord' pada saksi Luhut Binsar Pandjaitan bukanlah dimaksud sebagai suatu penghinaan atau pencemaran nama baik," papar hakim.

Menurut hakim, pembicaraan dalam siniar Haris Azhar merupakan penilaian terhadap hasil kajian cepat dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang lingkungan dan pertambangan.

Baca juga: Profil dan Harta Kekayaan Maruli Simanjuntak, Menantu Luhut yang Resmi Jabat KSAD

Hakim juga menilai, perusahaan Luhut memiliki kaitan dengan perusahaan terkait tambang di Papua yang dibahas dalam siniar Haris Azhar tersebut.

Atas dasar itu, hakim menyatakan Haris Azhar dan Fatia tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (3) UU ITE juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Selain itu, hakim mengatakan bahwa Haris dan Fatia tidak terbukti melakukan tindak pidana menyebarkan berita bohong sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (2) UU 1 Tahun 1946 atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Hakim juga menyatakan bahwa Haris Azhar tidak terbukti menyerang kehormatan pribadi Luhut sebagaimana diatur dalam Pasal 310 KUHP ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga: Arti Kata Lord, Disebut sebagai Kata yang Menyakiti Hati Luhut

Perjalanan kasus "Lord Luhut"

Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan saat ditemui usai perayaan ulang tahunnya ke-76 di Sopo Del Tower, Jakarta, Kamis (28/9/2023). Dok. PT (PLN) Persero Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan saat ditemui usai perayaan ulang tahunnya ke-76 di Sopo Del Tower, Jakarta, Kamis (28/9/2023). 

Dikutip dari Kompas.com, Sabtu (19/3/2022), perkara "Lord Luhut" berawal dari percakapan antara Haris dan Fatia dalam siniar di kanal YouTube Haris Azhar bertajuk "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam".

Dalam video tersebut, keduanya menyebut Luhut "bermain" dalam bisnis tambang di Intan Jaya Papua.

Pembicaraan ini sendiri berangkat dari laporan "Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya" yang dilakukan YLBHI, Walhi Eksekutif Nasional, Pusaka Bentala Rakyat, Walhi Papua, LBH Papua, Kontras, JATAM, Greenpeace Indonesia, dan Trend Asia.

Kajian tersebut memperlihatkan indikasi relasi antara konsesi perusahaan dengan penempatan dan penerjunan militer di Papua dengan mengambil satu kasus di Kabupaten Intan Jaya, Papua.

Baca juga: Sukacita Usai Divonis Bebas bersama Fatia dalam Kasus Lord Luhut, Haris Azhar: Semoga Jadi Mimpi Buruk buat Penguasa

Dalam laporannya, ada empat perusahaan di Intan Jaya yang teridentifikasi, yakni PT Freeport Indonesia (IU Pertambangan), PT Madinah Qurrata’Ain (IU Pertambangan), PT Nusapati Satria (IU Penambangan), dan PT Kotabara Miratama (IU Pertambangan).

Dua dari empat perusahaan, PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Madinah Qurrata’Ain (PTMQ) adalah konsesi tambang emas yang teridentifikasi terhubung dengan militer atau polisi, termasuk Luhut.

Setidaknya, ada tiga nama aparat yang terhubung dengan PT MQ. Mereka adalah purnawirawan polisi Rudiard Tampubolon, purnawirawan TNI Paulus Prananto, serta Luhut.

Luhut sempat membantah tudingan tersebut, bahkan dia dan tim pengacara sudah tiga kali melayangkan somasi kepada Haris dan Fatia.

Melalui somasi, Luhut menuntut permintaan maaf dari keduanya. Namun, permintaan itu tak dipenuhi hingga akhirnya Luhut melaporkan Haris dan Fatia ke polisi.

Baca juga: Haris Azhar dan Fatia Divonis Bebas, Jubir Luhut: Kami Menyayangkan...

Laporan Luhut terhadap Haris dan Fatia dibuat di Polda Metro Jaya pada 22 September 2021.

Menurut Luhut, dirinya memutuskan untuk melapor karena pernyataan Haris dan Fatia dinilai sudah menyinggung nama baiknya dan keluarga.

"Ya karena (Haris dan Fatia) sudah dua kali (disomasi) tidak mau minta maaf, saya kan harus mempertahankan nama baik saya, anak, cucu saya," kata Luhut saat itu.

Bukan hanya melapor, Luhut juga menggugat Haris Azhar dan Fatia senilai Rp 100 miliar terkait tudingannya.

"Pak Luhut sampaikan masalah ini juga dilakukan gugatan perdata. Kami akan menuntut kepada baik Haris Azhar maupun Fatia yang telah mencemarkan nama baiknya itu Rp 100 miliar," kata kuasa hukum Luhut, Juniver Girsang.

Juniver menjelaskan, uang Rp 100 miliar itu rencananya diberikan kepada masyarakat Papua jika gugatan dikabulkan hakim dalam persidangan.

(Sumber: Kompas.com/Vincentius Mario | Editor: Nursita Sari, Fitria Chusna Farisa)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com