KOMPAS.com - Negara-negara di Eropa mungkin tampak sangat nyaman untuk ditinggali saat ini. Namun, di masa lalu, negara-negara di Eropa tersebut tak sepenuhnya seperti itu.
Hal ini lantaran negara-negara tersebut dulunya dilanda perang, konflik, dan pembunuhan, yang menyebabkan kekacauan geopolitik yang menyeluruh.
Dilansir dari Dutchreview (6/10/2023), salah satu babak masa lalu yang menggambarkan kondisi tersebut adalah kisah tragis Johan de Witt, fase yang sangat kelam dalam sejarah Belanda.
Johan de Witt menjadi Perdana Menteri atau Grand Pensionary untuk Republik Belanda pada tahun 1653.
Menurut laporan dari media lokal, Johan de Witt dibunuh, tubuhnya dimutilasi, serta ada yang mengatakan potongan tubuhnya dimakan oleh orang-orang pada masa itu.
Lantas, bagaimana kisah Johan de Witt?
Baca juga: Pedang Pangeran Diponegoro Ditemukan di Gudang Museum Belanda
Pada 1972, Belanda yang masih dikenal sebagai Republik Belanda, terjebak dalam perang dengan Inggris, Perancis, dan dua kota di Jerman, yakni Cologne dan Münster.
Tahun tersebut bahkan dimasukan ke dalam buku sejarah Belanda sebagai Rampjaar (Tahun Bencana), yang menandai berakhirnya masa kejayaan Zaman Keemasan Belanda.
Rampjaar bahkan memiliki slogannya sendiri yaitu "Het volk was redeloos, de regering radeloos, en het land reddeloos". Artinya: "Rakyatnya tidak rasional, pemerintah tidak berdaya, dan negara tidak bisa diselamatkan".
Pada masa itu, Johan de Witt adalah perdana menteri yang menjabat. Selama hampir dua puluh tahun, dia menjadi satu-satunya pemimpin non-kerajaan di seluruh Eropa.
Hal ini menimbulkan ketidaksenangan banyak warga Belanda, di mana mereka lebih menyukai William III dari Wangsa Orange-Nassau yang terkenal untuk menjabat.
Diketahui, House of Orange adalah wangsa keluarga kerajaan Belanda.
Johan de Witt sendiri bersama dengan kelas pedagang yang kuat dan kaya, mewakili kepentingan Partai Republik.
Keluarga De Witt telah memerintah Kota Dordrecht sejak abad pertengahan, dan keluarga yang berkuasa ini memegang posisi politik yang tinggi di seluruh Belanda.
Misalnya, saudara laki-laki Johan, Cornelis de Witt, adalah seorang perwira kelautan berpangkat tinggi dan gubernur Dordrecht.
Baca juga: Selain China, Belanda Juga Melaporkan Kasus Pneumonia Misterius pada Anak
Pada 21 Juni 1672, seorang pembunuh menikam De Witt, melukainya dengan parah.
De Witt kemudian mengundurkan diri dari kepemimpinannya selama 20 tahun, namun orang-orang yang bersekongkol melawannya masih belum puas.
Pada saat yang sama, saudara laki-lakinya, Cornelis, ditangkap atas tuduhan palsu berencana membunuh William III. Ia kemudian dibawa ke penjara di Den Haag dan disiksa.
Sesuai dengan kebiasaan pada saat itu, penyiksaan hanyalah bagian biasa dari pemenjaraan, yang digunakan sebagai sarana untuk memaksa pengakuan dari terpidana.
Tentu saja, tidak menjadi masalah apakah pengakuan tersebut benar atau tidak, selama orang tersebut mengakui apa pun, penyiksaan dianggap dapat dibenarkan.
Namun demikian, lantaran tak ingin melakukan kudeta atas Johan de Witt, Cornelis menolak mengaku dan ia kemudian dijatuhi hukuman pengasingan.
Tak lama setelah hukuman tersebut, Johan de Witt pergi ke penjara untuk membantu saudaranya mempersiapkan perjalanan.
Baca juga: Sering Dikira Sama, Ini Perbedaan antara Holland dan Belanda
Saat mengunjungi saudara laki-lakinya di penjara, de Witt akhirnya dibunuh, tepat pada tanggal 20 Agustus 1672, oleh massa yang berkumpul di luar penjara, dikutip dari Historyextra (19/3/2019).
Kedua saudara laki-laki tersebut kemudian digantung dan dimutilasi.
Menurut beberapa laporan, kedua bersaudara itu ditelanjangi, dimutilasi, dan hati mereka diambil serta dimakan.
Bahkan ada seorang pria yang konon memakan bola matanya.
Meskipun ceritanya mungkin dilebih-lebihkan, pada masa itu warga memang sering kali membawa "cinderamata" hasil eksekusi, seperti orang yang mencelupkan saputangan ke dalam darah Raja Charles I.
Tidak diketahui apakah William III dari Orange terlibat dalam pembunuhan tersebut atau tidak.
Namun pembunuhan keji terhadap seseorang yang oleh sejarah dinilai sebagai pemimpin yang sangat kompeten ini dianggap oleh Belanda sebagai salah satu episode paling memalukan dalam sejarah mereka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.