Diponegoro yang menjadi pemilik klewang di Museum Bronbeek adalah sosok pahlawan nasional Indonesia.
Ia memimpin perlawanan besar melawan pemerintahan kolonial Belanda pada 1825 di Jawa yang menyebabkan sekitar 200.000 orang tewas.
Gubernur Jenderal Hindia Belanda Hendrik Merkus baron de Kock kemudian mengakhiri perlawanan Diponegoro lima tahun usai perang meletus.
Sang pangeran kemudian ditangkap dan meninggal 25 tahun kemudian di tempat pengasingan.
Berdasarkan keterangan Klein Nagelvoort bersama koleganya Pauljac Verhoeven, klewang Diponegoro punya sejarah panjang sebelum berakhir di Museum Bronbeek.
Merujuk surat pada 1956 yang terarsip di museum tersebut, klewang Diponegoro ditawarkan untuk dijual oleh keturunan Hendrik Merkus de Kock, namun tidak menemukan pembelinya.
Baca juga: Lain Leiden Jerman, Lain Leiden Belanda
Klewang Diponegoro sempat berada di tangan De Kock dan dijadikan koleksi Paleis Het Loo di Apeldoorn. Pedang tersebut dipamerkan bersama dengan lukisan besar karya De Kock.
Pedang lalu dipinjamkan ke Museum of the Chancellery oleh seorang keturunan De Kock pada tahun 1974.
"12 tahun kemudian pinjaman tersebut diubah menjadi hibah. Inilah pedang yang ada di hadapan kita. Klewang Diponegoro dan pedang De Kock adalah senjata yang sama," tambahnya.
Menurut catatan, pedang tersebut masih diproduksi pada masa hidup Hendrik Merkus de Kock.
Salah seorang anggota keluarga De Kock sempat menawarkan klewang Diponegoro ke Museum Brombeek.
Tetapi, pihak museum tidak bisa mengambil senjata tajam tersebut karena tidak memiliki dana yang cukup pada saat itu.
Klewang Diponegoro kemudian tampil dalam koleksi Paleis Het Loo sebagai "pedang Hendrik de Kock" pada 1970-an.
"Kadang-kadang dinyatakan bahwa pedang itu milik Diponegoro, tetapi itu tidak membuat orang tertarik," jelas Verhoeven.
Baca juga: Belanda Akan Kembalikan Harta Karun Bersejarah Milik Indonesia, Apa Saja?
Verhoeven menyampaikan, pihaknya sempat mencari informasi mengenai benda-benda milik Diponegoro yang hilang selama perang.
Berdasarkan Arsip Nasional di Den Haag terdapat sebuah surat yang dikirimkan oleh Letnan Kolonel Joseph Ledel.
Ia adalah pimpinan pasukan Belanda yang berkonfrontasi dengan Pangeran Diponegoro pada 26 Juni 1829.
Merujuk surat tersebut, panji-panji, kuda, arsip, dan pedang Diponegoro jatuh ke tangan Belanda. Ledel kemudian mengirim ajudannya beserta benda-benda tersebut kepada De Kock.
Dengan catatan sejarah tersebut, klewang yang berada di Museum Bronbeek bisa dipastikan berasal dari senjata pribadi Diponegoro.
Klewang milik sang pangeran direbut di medan perang beserta gagang dan sarungnya yang merupakan buatan Belanda.
"De Kock pasti sangat bangga telah memenangkan Perang Jawa," ungkap Klein Nagelvoort.
"Seperti prajurit yang tak terhitung jumlahnya selama berabad-abad, ia menyimpan lambang lawan utamanya sebagai kenang-kenangan kemenangan. Mungkin juga sebagai bentuk penghormatan kepada Diponegoro," tambahnya.
Baca juga: Belanda Resmi Akui 17 Agustus 1945 sebagai Hari Kemerdekaan Indonesia
Meski klewang Diponegoro telah teridentifikasi di Belanda, senjata tajam ini belum kembali ke pangkuan Indonesia.
Menurut dugaan Klein Nagelvoort, Indonesia belum meminta klewang Diponegoro karena tidak mengetahui bahwa benda ini masih ada.
"Saya pikir secara pribadi sebagai seorang prajurit, Anda tidak akan meminta kembali senjata Anda jika kehilangannya di medan perang, tetapi dalam kasus ini berbeda," kata Verhoeven.
"Klaim akan datang dari negara Indonesia dan ini bukan sembarang orang, tetapi seorang tokoh legendaris dalam sejarah negara tersebut. Di tangannya, bagi banyak orang Indonesia, ada jiwa -pusaka- Diponegoro," jelasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.