Pengamat Ekonomi sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, judi online membawa banyak dampak bagi kehidupan masyarakat.
Salah satunya meningkatnya angka kriminalitas. Peningkatan ini menurutnya karena kecenderungan para pelaku judol mencari berbagai cara untuk mendapatkan uang secara instan termasuk dengan pencurian, perampokan, penjualan narkoba, dan sejenisnya.
Selain itu, judol menurutnya juga berpotensi menurunkan produktivitas kerja seseorang karena mengalami kecanduan.
"Apalagi bentuk aplikasi judi online mirip dengan game online, sehingga terjadi gamifikasi perjudian di era digital," paparnya.
Ia menyebut pelaku judol juga banyak dari kalangan pelajar yang seharusnya meningkatkan kemampuan namun malah terjebak dalam permainan judi.
Dampak yang lain menurutnya adalah bisa menurunkan pendapatan keluarga dalam jangka panjang. Hal ini karena uang yang seharusnya diinvestasikan atau ditabung justru habis untuk judi online.
Selain itu, pelaku judol biasanya juga akan terkait dengan pinjaman online, terutama yang bersifat ilegal.
"Pelaku judi biasanya ketika terdesak akan mencari jalan pinjaman dengan akses mudah dan cepat. Ketika utang sudah menumpuk, maka pelaku judi online sudah jatuh tertimpa tangga. Judi online bisa memiskinkan pelaku nya," paparnya.
Dampak judi online menurutnya juga bisa berpengaruh kepada perekonomian negara. Pasalnya, judi online bisa menurunkan likuiditas sektor riil.
"Uang yang harusnya disimpan di bank untuk disalurkan dalam bentuk kredit, atau uang yang bisa di investasikan ke sektor produktif jadi berkurang lari ke aktivitas ilegal," ujarnya.
Selain itu, menurutnya, judi online juga berpotensi meningkatkan underground economy atau aktivitas ekonomi yang tak tercatat di pajak.
Akibatnya, potensi kehilangan pendapatan negara menurutnya menjadi sangat besar.
Ia mengatakan, kekhawatiran lainnya dari judol adalah penyalahgunaan uang bansos yang diterima suatu rumah tangga miskin sebagian untuk dipakai judi online.
Jika hal tersebut terjadi maka menurutnya bisa memperburuk efektivitas bansos dalam menurunkan jumlah penduduk miskin.
Pihaknya mengimbau agar pemerintah memberantas judi online dengan gerak cepat menangkap afiliator dan influencer yang digunakan untuk mempromosikan situs judi online.
Selain itu, platform sosial media juga harus ditekan untuk memiliki tanggung jawab menyaring konten judi online.
"Blokir rekening yang terkait judi online sehingga ada efek jera bagi pelaku judi online," ujarnya.
Baca juga: Menkominfo Desak Induk Facebook Hapus Konten Judi Online dalam 1x24 Jam
Terpisah, Pengamat Ekonomi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Eddy Junarsin, saat dihubungi menilai, judi atau gambling adalah aktivitas yang expected return (keuntungan yang diharapkan)-nya nol atau bahkan negatif.
Artinya, kata dia, jika gambling dilakukan terus-menerus maka uang pasti 'melayang'.
"Gambling secara terus-menerus sama saja dengan menyerahkan uang," paparnya.
Jika hal tersebut terjadi maka menurutnya pendapatan para penjudi akan turun sehingga daya beli turun dan stres meningkat.
"Secara ekonomi (dampaknya) semakin sulit mengatur keuangan pribadi dan keluarga," ucapnya.
Adapun secara mental menurutnya seseorang akan cenderung menjadi pemarah bahkan bisa melukai diri-sendiri dan juga orang lain.
Sleain itu, ia menilai, jika bandar judi berasal dari luar Indonesia maka secara otomatis uang akan terserap ke luar negeri.
Sementara jika bandar berada di Indonesia maka uang tetap berputar di Indonesia namun tetap menyebabkan kerugian.
"Kalau para pemain mengalami masalah-masalah di atas, itu secara tidak langsung perekonomian juga terpengaruh. produktivitas masyarakat menurun, banyak gangguan mental, kejahatan meningkat," ujarnya.
Baca juga: Judi Online Incar Rekening Nasabah Bank, BCA: Akan Diblokir!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.