Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tewaskan 2.445 Orang, Mengapa Gempa Afghanistan Sangat Mematikan?

Kompas.com - 09/10/2023, 08:45 WIB
Diva Lufiana Putri,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

Daryono mengatakan, gempa ini disebabkan adanya deformasi atau perubahan batuan di sepanjang Sesar Herat.

"Analisis mekanisme sumber gempa menunjukkan bahwa gempa tersebut mempunyai mekanisme pergerakan naik atau thrust fault," terangnya.

Sementara itu, mengacu pada peta tingkat guncangan atau shakemap, gempa ini diperkirakan menyebabkan guncangan kuat di Kota Herat dengan skala intensitas mencapai VI MMI.

Artinya, gempa dapat dirasakan semua orang, dengan banyak masyarakat ketakutan hingga berlari keluar rumah.

"Gempa ini dilaporkan menimbulkan banyak kerusakan bangunan dan orang meninggal," kata Daryono.

Bahkan, pantauan BMKG, setidaknya enam gempa susulan telah terjadi dengan magnitudo terbesar mencapai Mw 5,9.

Baca juga: BMKG Ingatkan Potensi Gempa Turkiye Dapat Terjadi di Indonesia, Berikut Penjelasannya

Riwayat gempa mematikan di Afghanistan

Dikelilingi pegunungan, Afghanistan memiliki sejarah gempa bumi kuat yang sebagian besar terjadi di wilayah terjal Hindu Kush, dekat perbatasan Pakistan.

Dilansir dari pemberitaan Aljazeera, tahun lalu, tepatnya pada Juni 2022, gempa bumi dahsyat melanda wilayah pegunungan di Afghanistan bagian timur itu.

Kala itu, gempa mengakibatkan rumah-rumah yang terbuat dari batu dan bata lumpur rata dengan tanah.

Salah satu gempa bumi paling mematikan di Afghanistan dalam dua dekade tersebut pun menewaskan sedikitnya 1.000 orang dan melukai sekitar 1.500 orang.

Di sisi lain, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan, terdapat 202 fasilitas kesehatan umum di Provinsi Herat untuk menangani korban gempa yang mengguncang Sabtu lalu.

Namun, sebagian besar fasilitas merupakan pusat kesehatan dasar yang lebih kecil, dengan tantangan logistik yang menghambat operasi.

"Sementara operasi pencarian dan penyelamatan masih berlangsung, korban di daerah tersebut belum sepenuhnya teridentifikasi," kata WHO.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com