KOMPAS.com - Uji emisi adalah pengujian kinerja mesin kendaraan untuk mengetahui besarnya tingkat efisiensi pembakaran di mesin kendaraan.
Pengecekan ini menjadi salah satu upaya untuk memudahkan perawatan mesin kendaraan sekaligus menjaga lingkungan.
Setelah melakukan uji emisi, jika ada masalah yang terdeteksi Anda dapat langsung melakukan perawatan pada kendaraan agar tetap awet.
Uji emisi sendiri dilakukan menggunakan monitor khusus yang dapat mengetahui efisiensi pembakaran dan kualita mesin kendaraan.
Baca juga: Polisi Bakal Tilang Kendaraan Tak Lolos Uji Emisi mulai 26 Agustus 2023, Berapa Dendanya?
Dilansir dari laman myPertamina, terdapat beberapa senyawa yang menjadi indikator uji emisi, antara lain sebagai berikut:
Karbon monoksida (CO) muncul apabila kendaraan bermotor telah melakukan proses pembakaran pada mesinnya.
Jenis senyawa ini dikeluarkan oleh kendaraan melalui knalpot. Dalam uji emisi, CO memberikan indikator efisiensi pembakaran.
Jenis senyawa Karbondioksida (CO2) merupakan hasil pembakaran yang perlu dibuang dan perlu diuji.
Apabila kadar Karbondioksida melebihi batas maksimum uji emisi, berarti ada kerusakan dalam mesin.
Baca juga: Lokasi Uji Emisi di Jakarta, Segera Cek agar Tak Didenda Rp 250.000
Oksigen (O2) memungkinkan terjadinya pembakaran karena sifatnya yang mampu menimbulkan kalor.
Kadar O2 tidak boleh lebih dari batas maksimal uji emisi. Apabila melebihi batas, artinya ada komponen dalam mesin yang perlu diperbaiki.
Hidrokarbon (HC) merupakan jenis indikator yang mengidentifikasi sisa bahan bakar yang terbuang dari knalpot. Senyawa ini biasa ditunjukkan dengan bilangan satuan ppm (parts per million).
Apabila jumlahnya melebihi batas ketentuan, berarti bagian sistem pengapian atau kompresi mesin perlu diperbaiki.
Baca juga: Bebas Denda Pajak Kendaraan Bermotor DIY hingga 30 September 2023
Standar uji emisi bisa berbeda-beda tergantung jenis kendaraan dan bahan bakar yang digunakan. Rinciannya adalah sebagai berikut: