SETELAH mencoba mengulas film Oppenheimer pada sisi filsafat (Oppenheimer dan Bhagavad Gita) dan pada sisi intrik politik (Oppenheimer dan Prometheus), maka kini saya mencoba membahas sisi musik film Oppenheimer.
Sejak mengenal mahakarya musik-film John Williams dan Ennio Morricone, saya tidak mudah terpesona oleh para penggubah musik sinematografi.
Namun ketika menonton film Oppenheimer yang disutradarai Christopher Nolan, terus terang saya terpesona oleh musik film yang saya tidak tahu siapa penggubahnya.
Dari informasi yang ditayangkan setelah film Oppenheimer berakhir, baru saya tahu bahwa sang penggubah soundtrack film hebat tersebut adalah Ludwig Goeransson yang awal namanya kebetulan atau tidak kebetulan sama dengan Ludwig van Beethoven.
Sebelum “Oppenheimer”, Goeransson sudah pernah bekerja sama dengan Nolan menggarap soundtrack film “Tenet”. Bahkan pada 2019, Goeransson sudah memenangkan Oscar untuk Black Panther sebagai musik film terbaik.
Ternyata pemusik hebat kelahiran Swedia ini sepaham dengan saya dalam mengagumi mahakarya John Williams dan Ennio Morricone.
Goeransson juga mengaku terinspirasi oleh suita The Planets-nya Gustav Holst. Dalam menggarap musik Oppenheimer terasa Goeransson menempuh jalur music concrete rintisan Schaeffer dan Varese yang sudah digunakan dalam ”Tenet” dengan rekaman suara truk diolah secara elektronik.
Ulah tersebut agak mirip Arthur Honneger memanfaatkan suara orkestra simfoni melukiskan suara lokomotif pada Pacific 231.
Di Oppenheimer, Goeransson mendayagunakan alat musik biolin dengan segala kemungkinan teknik vibrato, repetisi gesek dan mikrotonal glissandi sebagai ungkapan kepribadian kolerik rasional-intelektual bercampur melankoli emosional Oppenheimer.
Goeransson juga mengerahkan segenap perbendaharaan suara alat musik orkestral termasuk pianoforte maupun syntheziser demi melukiskan “suara” partikel dan mekanika kuantum sampai ledakan nuklir.
Namun Goeransson sengaja menghindari suara instrumen drum demi menghindari kesan militeristik yang tidak diharapkan Nolan hadir pada film Oppenheimer.
Setelah jungkir balik dan babak belur menggubah lalu merekam soundtrack Oppenheimer dalam waktu lima hari, Ludwig Goeransson mengomentari mahakaryanya sendiri sebagai berikut:
“In the end, we recorded music that surpassed what I believed to be humanly possible. The perplexing visuals of spinning atoms drove forty violins into a breathtaking frenzy, while courtroom scenes were scored with the intensity of a battlefield. The music’s extreme dynamic shifts, travelling from the depths of an intimately personal journey to the brink of utter destruction, are drastic, disorientating, and jarring”.
Menurut pendapat pribadi saya, mahakarya musik untuk film Oppenheimer sangat layak membawa Ludwig Goeransson kembali menerima anugerah Oscar seperti dahulu pada 2019 untuk Black Panther.
Namun di sisi lain, saya tetap sadar bahwa para anggota dewan juri Academy of Motion Picture Arts and Science belum tentu memiliki selera yang sama dengan selera saya yang sudah barang tentu masing-masing memang lebih cenderung subyektif ketimbang obyektif.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.