KECELAKAAN di pelintasan sebidang kereta api setiap tahun bertambah. Hal ini mengacu pada data PT Kereta Api Indonesia (KAI) tahun 2022, ketika angka kecelakaan di pelintasan sebidang jalur kereta api sebesar 89 persen terjadi di pelintasan yang tidak dijaga.
Sementara berdasarkan data PT KAI pada semester 1 tahun 2022, jumlah pelintasan sebidang yang resmi tidak dijaga ada 3.132 titik atau sebesar 60 persen dari total 5.051 pelintasan sebidang yang berada di Jawa dan Sumatera, baik di jalan nasional maupun non-nasional.
Khusus angka kecelakaan di palang pintu pelintasan kereta api di Jawa Timur (Jatim) pada tahun 2022 meningkat 21,5 persen. Jumlah itu meningkat tajam bila dibandingkan dengan tahun 2021. Data Polda Jatim sepanjang 2022, sebanyak 175 kasus kecelakaan terjadi di pelintasan kereta api. Dari kasus itu 105 orang meninggal dunia.
Baca juga: Banyak Kecelakaan, Keselamatan di Pelintasan Sebidang Terus Disosialisasikan
Tampaknya masalah pelintasan sebidang (JPL/Jalur Pelintasan Langsung) belum selesai sampai di ujung menjadi siapa yang paling bertanggung jawab untuk mengelola. Seharusnya kecelakaan di pelintasaan sebidang semakin kecil bukan semakin bertambah karena Kemenhub telah menutup 696 JPL sampai tahun 2022.
Perpotongan jalan rel dan jalan atau pelintasan sebidang diatur oleh 2 undang-undang (UU), yakni UU Nomor 23/2007 tentang Perkeretaapian dan UU Nomor 22/2009 tentang Lalu Lintas Jalan dan Angkutan. Bila terjadi kecelakaan di JPL kedua UU tersebut bertemu, tetapi turunan UU tersebut tidak dapat diaplikasikan sesuai dengan harapan.
Contoh di DKI Jakarta, perawatan jalan di area pelintasan sebidang tidak dapat dilaksanakan Dinas Bina Marga DKI karena JPL itu dianggap ruang milik jalur (Rumija) KA yang menjadi tanggung jawab DJKA (Kemenhub).
Persoalan ini sebenarnya bertentangan dengan Peraturan Menteri (PM) Nomor 94 / 2018 tentang Peningkatan Keselamatan Pelintasan Sebidang Antara Jalur Kereta Api Dengan Jalan karena dalam PM ini terdapat pembagian tugas tanggung jawab berdasarkan kelas jalan (jalan nasional, provinsi, dan kabupaten/kota). Sementara di wilayah lain selain DKI Jakarta, Dinas Bina Marga lain mau melakukan perawatan jalan di pelintasan sebidang tersebut.
Permasalahan kebijakan di JPL sulit tuntas karena masih menjadi polemik, yaitu apakah kecelakaan di JPL merupakan kecelakaan jalan atau kecelakaan kereta api? Kejadian kecelakaan di pelintasan sebidang yang melibatkan kendaraan moda jalan/orang dan moda kereta api pada dasarnya bukan termasuk kecelakaan kereta api, tetapi lebih berkaitan dengan kecelakaan jalan.
Baca juga: Sejumlah Warga Nekat Menyeberang di Pelintasan KA Stasiun Cakung yang Ditutup
Penegasan tersebut dinyatakan Direktur Keselamatan Perkeretaapian, Hermanto Dwiatmoko, pada acara Sosialisasi dan Lokakarya Keselamatan Perkeretaapian di Hotel Santika Semarang pada 11 September 2012. Sejauh ini masih banyak anggapan bahwa kecelakaan di pelintasan sebidang merupakan bagian dari kecelakaan kereta api, sehingga opini yang terbentuk di mata publik menganggap kereta api merupakan pihak yang selalu patut dipersalahkan.
Artinya, bila terjadi kecelakaan sebidang antara kereta api dengan pengguna jalan (sepeda motor, mobil, truk, dan bus) dianggap sebagai kecelakaan lalu lintas jalan atau bukan kecelakaan kereta api.
Sementara Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal Bina Marga terus mendukung sterilisasi pelintasan sebidang rel kereta di sepanjang jalan nasional melalui pembangunan flyover, underpass, jembatan penyeberangan orang (JPO) termasuk perbaikan jalan lingkungan di sekitarnya. Hingga saat ini pelintasan sebidang jalur kereta yang berada di jalan nasional sudah tertangani sebanyak 49 titik dari total 199 titik.
Selain Kemenhub, KemenPUPR yang bertanggung jawab atas JPL sesuai kelas jalan nasional. Namun yang menjadi problem, tanggung jawab kelas jalan sesuai kelasnya di provinsi dan kabupaten/kota, karena minim pendanaan mitigasi keselamatan JPL. Kecuali di Provinsi DKI Jakarta, mayoritas provinsi dan kabupaten/kota anggaran APBD sangat terbatas bila membangun pelintasan tidak sebidang (overpass & underpass), kondisi inilah yang menjadi problem di PM 94/2018 di atas.
Di negara yang perkeretaapiannya maju seperti Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat (AS), kecelakaan di pelintasan sebidang tetap masuk sebagai tipe kecelakaan kereta api. Sekedar perbandingan di AS kereta api diperkirakan membunuh 1 orang setiap 100 menit.
Setiap tahun hampir 1.000 orang tewas dalam kecelakaan terkait kereta api. Kita ambil contoh penyebab kecelakaan kereta api di AS ada 10 tipe diambil dari Railroad Accidents: Common Causes, Statistics and Prevention, Gilreath & Associates, 2014:
Dalam kecelakaan di JPL, selain nyawa taruhannya, yang paling mengalami kerugian terbesar tetaplah perangkat perkeretaapian. Bila terjadi kecelakaan di JPL, kerugian terbesar di bidang kereta api adalah sarana kereta api dan prasarana kereta api dapat rusak dan berbiaya sangat mahal.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.