Akan tetapi, Bhima menilai bahwa sistem ini juga memiliki kelemahan, yakni sulitnya menggunakan mata uang lokal untuk membayar kapal yang beroperasi di jalur perdagangan lintas negara.
Menurutnya, banyak kapal asing hanya mau menerima dollar AS.
Persoalan lainnya adalah masih dominannya penggunaan dollar AS dalam kerja sama internasional, seperti hibah dan pinjaman.
"Jadi pengembalian cicilan pokok dan bayar bunganya juga tetap menyedot dollar AS," kata dia.
Baca juga: Argentina Kini Tinggalkan Dollar AS, Beralih ke Yuan China
Rencana meninggalkan dollar AS bukan hanya muncul di ASEAN, organisasi kerja sama antara Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan (BRICS) bahkan berniat untuk membuat mata uang sendiri.
Apalagi, anggota BRICS disebut akan terus bertambah banyak dalam waktu dekat.
Dengan banyaknya negara yang meninggalkan dollar AS, Bhima menyebut hal ini akan berdampak pada pelemahan dollar.
"Jadi semakin banyak negara yang melakukan dedolarisasi, menggunakan mata uang masing-masing negara, efeknya ya dollar AS bisa melemah," ujarnya.
Apalagi, AS kini sedang mengalami krisis, termasuk di antaranya adalah krisi perbankan dan fundamental ekonomi yang kian melemah.
Kendati demikian, butuh waktu panjang untuk benar-benar bisa melemahkan dollar AS terhadap mata uang lainnya.
"Karena kalau kita lihat, indeksnya naik turun tapi masih di atas level 100 dollar index. Jadi menunjukkan bahwa dollar masih cukup perkasa dibandingkan mata uang dominan lainnya," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.