Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waspada, Stroke Bisa Menyebabkan Depresi!

Kompas.com - 20/03/2023, 15:00 WIB
Erwina Rachmi Puspapertiwi,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Penderita stroke biasanya akan mengalami gangguan saat berbicara, bergerak, dan mengatur emosinya.

Hal ini terjadi karena ada kerusakan pada otak akibat sel-sel otak tidak mendapatkan oksigen yang cukup.

Saat terdapat gumpalan darah maupun pembuluh darah dalam otak pecah, sel-sel itu tidak akan mendapat suplai darah dan berisiko mati.

Dilansir dari Health Center, jika stroke menyerang sisi kanan otak, maka pasien akan sulit mengatur minat atau aktivitas sosialnya. Jika saraf motorik terpengaruh, salah satu sisi tubuh penderita stroke mungkin akan melemah.

Tidak hanya gangguan fisik, ternyata stroke juga dapat menyebabkan gangguan mental, salah satunya adalah depresi.

Baca juga: Apa Itu Stroke: Penyebab, Gejala, dan Cara Penanganan


Stroke dan depresi

Iluustrasi remaja depresi???? Iluustrasi remaja depresi
Penderita stroke akan menjalani sejumlah pengobatan dan terapi untuk mengembalikan kondisi mereka seperti semula. Di momen inilah, mereka rentan mengalami depresi.

Sebuah studi yang terbit di Denmark membuktikan bahwa penderita stroke berpeluang mengalami depresi hampir 70 persen lebih tinggi daripada penderita serangan jantung.

Selain itu, mereka juga memiliki risiko lebih tinggi terkena gangguan stres dan kecemasan, gangguan penyalahgunaan zat, serta gangguan otak seperti demensia.

Gangguan mental ini muncul karena mereka merasa sedih akibat kehidupan mereka berubah selepas terdiagnosis stroke.

Baca juga: Benarkah Merokok Bisa Sebabkan Stroke?

Peradangan otak

Kenyataannya, penderita stroke mengalami gangguan mental bukan hanya karena stres setelah kondisi tubuhnya berubah.

Asisten profesor neurologi di Fakultas Kedokteran Icahn di New York City Laura Stein mengungkapkan bahwa pasien stroke mengalami depresi karena ada perubahan di otaknya akibat penyakit tersebut.

“Stroke dapat memicu peradangan di otak dan mengubah profil biokimia di dalamnya,” ujar Stein.

Ia menjelaskan, saat sel otak terkena stroke, keseimbangan bahan kimia yang penting di dalam otak akan terganggu.

Salah satunya adalah serotonin yang mengatur perasaan senang dan suasana hati. Akibatnya, hal ini akan memengaruhi kesehatan mental pasien.

Penelitian juga menunjukkan bahwa orang yang mengalami stroke ringan dan kembali normal dalam jangka waktu sebentar masih berisiko mengalami depresi.

Baca juga: 6 Kondisi Lingkungan yang Meningkatkan Risiko Stroke, Apa Saja?

Harus rajin terapi

Untuk mencegah penderita stroke mengalami depresi yang serius dan dalam jangka waktu lama, pasien harus segera menjalani program pemulihan. Beberapa metode yang dilakukan adalah terapi fisik dan bicara.

Menurut ahli saraf vaskular di UT Health Memorial Hermann-Texas Medical Center di Houston, AS Sunil Sheth, depresi dapat membuat penderita stroke sulit bersedia menjalani terapi pemulihan.

"Itu dapat memengaruhi seberapa banyak Anda membaik atau tidak,” tegas Sheth.

Padahal menurutnya, pasien yang segera menjalani perawatan akan cepat sembuh hanya dalam waktu enam minggu hingga sekitar enam bulan pasca-stroke.

Selain terapi fisik, mereka juga akan menjalani terapi perilaku kognitif (CBT) untuk mengurangi gejala depresi dan kecemasan pasca-stroke.

Dalam program ini, psikolog akan memeriksa pikiran, perasaan, dan perilaku pasien stroke. Mereka juga mungkin akan diberikan obat untuk memulihkan kondisinya.

Depresi yang dialami pasien stroke bukanlah hal sepele. Ini karena mereka berisiko lebih tinggi untuk kambuh dan meninggal akibat stroke karena mengalami depresi.

Untuk itu, mereka memerlukan dukungan dari orang di sekitarnya. Semakin baik perasaan penderita stroke di kepala dan hatinya, semakin cepat tubuhnya akan pulih.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Tren
Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah

Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah

Tren
Menakar Peluang Timnas Indonesia Vs Guinea Lolos ke Olimpiade Paris

Menakar Peluang Timnas Indonesia Vs Guinea Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Berapa Suhu Tertinggi di Asia Selama Gelombang Panas Terjadi?

Berapa Suhu Tertinggi di Asia Selama Gelombang Panas Terjadi?

Tren
Menyusuri Ekspedisi Arktik 1845 yang Nahas dan Berujung Kanibalisme

Menyusuri Ekspedisi Arktik 1845 yang Nahas dan Berujung Kanibalisme

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com