Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hery Wibowo
Ketua Program Studi Sosiologi FISIP Universitas Padjadjaran

Pengamat Sosial, praktisi pendidikan dan pelatihan

Arogansi Koboi Jalanan

Kompas.com - 23/02/2023, 11:09 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEPANJANG Februari ini, publik Indonesia dikagetkan sejumlah kekerasan (yang mengarah pada arogansi) dari pengendara kendaraan yang dianggap mewah atau dianggap menunjukkan status/kelas sosial tertentu di masyarakat. Kekerasan dilakukan dalam berbagai bentuk, baik verbal maupun fisik seperti pemukulan ataupun perusakan kendaraan pihak lain.

Beragam praktik kekerasan itu, bila disimpulkan sementara, mengerucut pada perilaku arogan yang menunjukkan superioritas satu pihak ke pihak lain.

Personal Troubles atau Public Issues

Telaah sosiologis mendorong kita untuk dapat membedakan personal troubles dan public issues. Saat kasus aksi arogan di tempat umum jarang terjadi, dapat dikatakan bahwa aksi itu masuk kategori personal troubles. Individunyalah yang bermasalah.

Pelaku memang arogan, merasa kuat, merasa superior dan merasa berhak menginjak-injak orang yang (dia pikir) berada di bawah level sosialnya. Belum lagi jika dilihat bahwa kasus arogansi itu cenderung dilakukan oleh orang yang (secara asumtif) memiliki status sosial lebih tinggi kepada yang lebih rendah.

Baca juga: Soroti Kasus Pengemudi Fortuner Arogan di Senopati, Mahfud: Seperti Gangster, Perlu Dilacak

Penggunaan jenis kendaraan yang secara sosial dilihat sebagai simbol kemewahan (atau kesuksesan?) juga berpotensi membuat penggunanya merasa "tinggi" dan berhak melakukan sesuatu berbasis "ketinggiannya" itu.

Ketika sesuatu terjadi di luar perkiraannya, dan membuat sedikit ketidaknyamanan psikologis, perilaku arogan dapat keluar dan meledak. Bertumpuk stres internal dan eksternal dalam satu waktu, sehingga menjadi sulit untuk dikendalikan.

Namun perlu juga diperhatikan ketika arogansi di jalan raya terus meningkat, dan terjadi secara hampir merata di berbagai daerah, maka ada kekawatiran terjadi peningkatan status dari personal troubles menjadi public issues. Bisa jadi hal itu merupakan peringatan dini terkait sistem perlalulintasan yang mungkin saja meningkatkan ambang stres dan bahkan depresi.

Kemacetan berjam-jam, jalanan yang sempit, jam berangkat dan pulang kantor yang bersamaan, akan memengaruhi kondisi emosional pengendara. Satu stimulan kecil dapat memantik dan mengakibatkan kobaran api kemarahan di atas batas.

Hal itu juga boleh jadi merupakan peringatan dini memburuknya sikap dan kepribadian warga negara. Karena itu, tidak salah jika disiapkan skema preventif dengan mendesain pola pendidikan karakter dan edukasi kewarganegaraan yang dapat diakses seluruh anggota masyarakat.

Negara dan sejumlah praktisi pendidikan perlu hadir untuk merespon hal ini, bukan hanya secara rehabilitatif dan kuratif, tetapi juga preventif. Sudah saatnya perilaku warga negara dibentuk melalui kesadaran penuh dan program yang berkesinambungan.

Lensa Sosiologis

Sudut pandang sosiologis, memiliki kaidah sendiri dalam mengkaji perilaku sosial di masyarakat. Pertama adalah seeing the general in the particular. Aksi arogansi itu kemungkinan besar seperti fenomena gunung es. Hanya sedikit yang muncul ke permukaan, dan diselesaikan secara hukum. Ribuan kasus serupa bisa saja terjadi di berbagi lokasi jalan saat para pengendara berlalu lintas, dalam variasi tingkat keparahan.

Kedua, seeing personal choice in social context.  Pilihan pribadi dipengaruhi kekuatan sosial. Masyarakat adalah sumber pengaruh yang kuat pada pilihan perilaku individu.

Sebuah tingkah laku ”baru’ dalam hal ini tidak muncul begitu saja. Patut diduga bahwa para pengemudi pelaku arogansi di jalan raya secara sosiologis telah mendapatkan ’pengaruh’ tertentu untuk melakukan hal tersebut.

Baca juga: Debt Collector Arogan Bentak Polisi, Kapolda Metro: Tidak Ada Tempat untuk Premanisme di Jakarta!

Apakah sering melihat contoh serupa, dorongan untuk menunjukkan identitas sosial tertentu, keinginan untuk diakui kejantanan dan keberaniannya dan lain-lain. Sejujurnya perilaku yang menunjukkan superioritas kepada sesama pengguna jalan bukan hal yang baru, sehingga hal itu menjadi kekuatan sosial khusus bagi individu pengguna jalan lainnya.

Sangat mungkin sudah terbentuk pola umum yang sudah terhayati bahwa jika seseorang dianggap mengganggu kendaraan kita, maka teriaklah atau marahilah yang bersangkutan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com