Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pramono Dwi Susetyo
Pensiunan

Pemerhati masalah kehutanan; penulis buku

Hutan Cadangan Pangan, Solusi bagi Ketahanan Pangan Nasional

Kompas.com - 17/02/2023, 16:41 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dwi Andreas Santosa, guru besar Fakultas Pertanian IPB menyebutkkan, meski ada program perluasan sawah dan food estate, luas lahan baku sawah semakin menyusut. Pada 2013 luas lahan baku sawah 8,13 juta hektare, empat tahun kemudian menjadi 7,75 juta hektare. Luas ini terus menyusut menjadi 7,11 juta hektare pada 2018 dan terakhir 7,46 juta hektare pada 2019.

Untuk mempertahankan swasembada beras, luas baku sawah 7,46 juta hektare harus tetap dipertahankan oleh pemerintah bagaimanapun caranya. Syukur-syukur mampu menambah luas baku sawah maupun budidaya padi lahan kering melalui ekstensifikasi yang memang dimungkinkan melalui pencetakan sawah baru, food estate, maupun program yang lainnya.

2. Intensifikasi dan Ekstensifikasi Sawah

Sejak Joko Widodo memerintahan delapan tahun lalu (2014) hingga saat ini, infrastruktur di bidang pertanian ikut dibangun. Tercatat 29 bendungan telah diresmikan dan tahun ini akan selesai lagi 38 bendungan. Targetnya sampai tahun 2024 ada lebih dari 61 bendungan dibangun.

Pemerintah juga membangun 4.500 embung, 1,1 juta km jaringan irigasi dan pemanfaatan varietas unggul padi selama tujuh tahun terakhir. Infrastruktur pertanian berupa bendungan dan jaringan irigasi ini membuka peluang intensifikasi luas baku lahan sawah yang tadinya panen sekali setahun menjadi tiga kali setahun.

Di samping itu dapat memperluas pencetakan sawah baru (ekstensifikasi) sepanjang dapat dijangkau oleh sarana jaringan irigasi yang baru dibangun.

BPS mencatat data otoritas statistik yang menyatakan Indonesia secara terus-menerus mengimpor beras sejak tahun 2000 hingga 2019. Data tersebut menggambarkan bahwa telah terjadi impor beras sepanjang periode kepemimpinan Jokowi sejak 2014 hingga 2019.

Pada 2019, Indonesia tercatat mengimpor beras sebanyak 444.508 ton atau setara 184,2 juta dolar AS. Beras asal Pakistan menjadi paling banyak diimpor, sebanyak 182.564 ton. Tetapi beras yang diimpor tersebut merupakan beras khusus, bukan beras medium yang kita konsumsi sehari-hari.

Produksi beras Indonesia tahun 2019 mencapai 31,31 juta ton, tahun 2020 sebanyak 31,50 juta ton dan tahun 2021 mencapai 31,36 juta ton. Menurut perhitungan BPS, stok padi di lapangan pada akhir April 2022 sejumlah 10,2 juta ton.

Data dan fakta inilah yang membuat IRRI memberikan penghargaan. Indonesia disebut telah memiliki sistem ketahanan pangan yang baik dan sudah swasembada pangan.

3. FOLU Net Sink 2030 Harus Berhasil

Kini muncul ancaman krisis pangan global akibat krisis iklim yang melanda Bumi ini. Krisis iklim menjadi ancaman yang akan mengganggu peningkatan produksi padi Indonesia. Karena itu, mitigasi perlu terus dilakukan agar swasembada bisa berlanjut pada tahun-tahun mendatang.

FoLU (Forest and Other Land Use) Net Sink 2030 harus berhasil untuk mengamankan swasembada pangan. FOLU Net Sink berarti penyerapan gas rumah kaca (GRK) sudah sama atau lebih banyak dibandingkan dengan emisi dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan.

FOLU Net Sink 2030 menjadi kata kunci dalam pengendalian perubahan dan krisis iklim. Indonesia berkomitmen mencapai FOLU Net Sink pada 2030. Dalam FOLU Net Sink, penyerapan GRK dari sektor kehutanan ditargetkan 140 juta ton CO2e pada 2030 dan meningkat menjadi 304 juta ton setara CO2 pada 2050.

Sektor kehutanan hendak menurunkan emisi GRK 17,2 persen dari 2,87 miliar ton perkiraan emisi 2030 dalam skenario penurunan emisi nasional 29 persen. Menurut dokumen nationally determined contributions (NDC) atau kontribusi nasional yang baru ditetapkan, deforestasi akumulatif yang diizinkan dalam skenario menurunkan emisi 29 persen seluas 6,8 juta hektare pada 2030.

Artinya, deforestasi yang diizinkan maksimal 680.000 hektare per tahun. Selain mencegah deforestasi, pemerintah juga hendak meluaskan areal lindung di kawasan hutan.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024, areal lindung akan dinaikkan dari 51,8 juta hektare menjadi 65,3 juta hektare. Restorasi dan reforestasi juga dinaikkan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com