Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Desa Harus Ditolak?

Kompas.com - 21/01/2023, 12:05 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi 9 tahun menuai kritikan.

Diketahui, ribuan kepala desa melakukan aksi demo menuntut revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 di Gedung DPR, Selasa (17/1/2023

Mereka meminta agar masa jabatan kepala desa diperpanjang dari 6 tahun menjadi 9 tahun.

Politisi PDI-P Budiman Sudjatimko bahkan telah menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menyampaikan aspirasi perubahan periodisasi jabatan kepala desa tersebut.

Salah satu alasannya adalah aturan tersebut membuat boros dan banyak menimbulkan gesekan sosial.

Baca juga: Demo Minta Masa Jabatan Ditambah Jadi 9 Tahun, Berapa Gaji Kepala Desa?


Lantas, mengapa perpanjangan masa jabatan kepala daerah tersebut harus ditolak?

Minimnya leadership kepala desa

Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun menilai, usulan tersebut harus ditolak karena dapat merusak demokrasi.

Menurutnya, masa jabatan 6 tahun merupakan waktu yang sangat cukup untuk mengatasi keterbelahan sosial akibat pemilihan kepala desa.

"Ini juga waktu yang sangat lama untuk untuk memerintah desa dengan jumlah penduduk yang rata-rata hanya puluhan ribu," kata Ubed kepada Kompas.com, Jumat (19/1/2023).

Baca juga: Menteri Risma Terima Laporan Bansos PKH Mengalir ke Keluarga Lurah dan Kades, Sebetulnya untuk Siapa?

Karena itu, persoalan substansinya lebih pada minimnya kemampuan leadership kepala desa dalam membangun dan mengatasi keterbelahan sosial.

Jika persoalan substansi tersebut tak diatasi, maka perpanjangan 9 tahun masa jabatan pun tidak bisa mejawab persoalan.

"Jika masalah substansinya tidak diatasi, maka kepala desa tidak akan mampu jalankan program-programnya dengan baik, termasuk tidak mampu atasi problem keterbelahan sosial itu. Jadi solusinya bukan perpanjang masa jabatan," jelas dia.

Baca juga: Tersangka Korupsi Rp 150 M di Bengkulu Dilantik Jadi Kades, Bagaimana Aturan Hukumnya?

Sebanyak 316 kepala desa dari 16 Kecamatan yang ada di Purworejo mengikuti aksi unjuk rasa di Jakarta. Mereka mengaku sudah mendapatkan izin dari bupati Purworejo Agus Bastian. KOMPAS.COM/BAYUAPRILIANO Sebanyak 316 kepala desa dari 16 Kecamatan yang ada di Purworejo mengikuti aksi unjuk rasa di Jakarta. Mereka mengaku sudah mendapatkan izin dari bupati Purworejo Agus Bastian.

Selain itu, Ubed juga menampik dana pilkades akan mengganggu dana pembangunan.

Pasalnya, dana pilkades sudah disiapkan APBN dan dianggarkan sesuai peruntukannya.

"Angka dana pilkades itu seluruh Indonesia saya hitung totalnya tidak sampai Rp 50 triliun, itu pun pilkades tidak dilakukan serentak, masing-masing daerah berbeda-beda waktunya sehingga dananya tidak dubutuhkan dalam waktu yang sama," kata dia.

Oleh karena itu, Ubed menganggap lemah argumen perpanjangan masa jabatan kepala desa dan justru merusak demokrasi.

Baca juga: Masa Jabatan Kepala Desa Menurut Undang-undang

Benih otoritarian dan korup

Ia menuturkan, jabatan publik yang dipilih rakyat dalam demokrasi harus dipergilirkan agar terhindar dari kecenderungan otoriterian dan korup.

"Bayangkan 6 tahun saja sudah ada 686 kepala desa tersangka korupsi, apalagi 9 tahun," kata dia.

"Selain itu, menurut Pasal 39 UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa disebutkan kepala desa dapat ikut pilkades selama tiga periode berturut-turut atau tidak berturut-turut. Kalau 9 tahun berarti kepala desa bisa menjabat sampai 27 tahun," lanjutnya.

Baca juga: Viral Video Kades di Wonosobo Sumbang Tanah untuk Makam Pasien Virus Corona

Menurutnya, ini merupakan periode yang berpotensi besar menjalankan praktek korupsi.

Ia menjelaskan, temuan risetnya Lord Acton pada awal abad 20 menyimpulkan, power tend to corrupt and absolute power corrupts absolutely (kekuasaan cenderung korup dan kekuasaan yang absolut pasti korup).

"Jadi usulan perpanjang periode menjadi 9 tahun itu ide yang bertentangan dengan demokrasi sebab demokrasi menolak keras kekuasaan yang absolut," tutupnya.

Baca juga: Viral, Video Kades di Wonosobo Sumbangkan Gajinya untuk Tangani Virus Corona

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com